Aku duduk termenung, memandangi kotak yang isinya sudah tidak lagi karuan. Bentuknya satu setengah tahun yang lalu sangat cantik dan indah. Keegoisan, kebohongan, dan perbedaan meluluh-lantakkan bentuk aslinya. Kami berdua merusaknya tanpa ampun. Aku memanggil Alam, meminta bantuannya untuk ikut merapikan isi kotak ini. Kami saling menatap, berharap menemukan bayangan bentuk aslinya di kedalaman mata masing-masing. Kami uraikan satu-persatu. Keegoisan yang menempel lekat kami coba lepaskan. Bentuknya terlihat membaik meski warnanya masih berantakan dan terpisah menjadi dua keping. Aku mengambil pewarna dari lemari. Pewarna ini berlabel "Maafkan!". Kami mewarnai isi kotak yang terbelah dua itu, sesuka hati kami, menutup warna "kebohongan" yang begitu tebal. Milik Alam warna biru laut, sedangkan punyaku ku warnai jingga keemasan. Kami saling bertukar, menerima potongan satu sama lain dengan sukacita. Kami saling memaafkan. Kami mencoba menggabungkan potongan ...