![]() |
source: https://www.artsdistrictchorale.org/events/light-darkness-stars-vastness-heavens/ |
Habis gelap, terbitlah terang. Badai pasti berlalu. Slogan penyemangat yang begitu sering
bergaung. Permasalahannya, bertahankah kita sampai saat terang itu tiba?
Bertahankah kita sampai badai akhirnya berlalu? 2012 saya mengalami masa-masa
yang rasanya mengerikan. 2017 saya mengalami hari-hari yang lebih mengerikan.
Ah, mungkin bukan mengerikan, tapi “tahun sulit”. Siklus lima tahunan?
Entahlah.
Masih
terbayang jelas dalam ingatan tentang masa-masa itu. Ketika siang, saya
berharap malam segera tiba agar saya bisa tidur dan tidak usah sibuk
bersosialisasi. Saya pun merasa lelah sepanjang hari. Ketika senja, saya begitu
takut membayangkan harus kembali ke kamar dan bergulat dengan kesendirian.
Ketika malam, saya terjaga dalam gelap dengan mata nyalang dan terisak dalam
hening. Pekat malam mendistorsi kenyataan menjadi hal yang jauh lebih buruk
dari sebenarnya dan memunculkan ide-ide yang kerap mempersulit keadaan. Saat
adzan subuh hampir tiba, baru saya bisa terlelap. Ya, tidur adalah suaka
terbaik, meskipun sering kali kenyataan bahkan terus mengintai sampai ke mimpi.
Sayangnya,
matahari tidak pernah bisa ditawar. Bumi terus berotasi. Kehidupan terus
bergulir tanpa peduli pada kamu yang sedang terseok-seok. Pagi tiba kembali.
Bangun lagi hanya untuk menunggu subuh agar bisa kembali tidur. Hari boleh
sangat cerah, tapi jiwamu tahu itu adalah hari-hari tergelap dengan badai yang
sedemikian ributnya. Terus dilalui dengan cara demikian, berulang-ulang.
Kata orang
bijak pandai, segala perasaan harus dipeluk, diterima. Tidak usah disangkal.
Maka saya berusaha memeluk segala kemarahan, penyangkalan, kesedihan dan
kegelapan itu. Menghirup sehabis-habisnya. Meratapi sejadi-jadinya. Sampai pada
suatu titik, selesai. Tidak tiba-tiba selesai memang. Ada proses yang panjang
untuk sampai sana. Belakangan saya tahu, saya melalui 5 stages of grief, yaitu denial,
anger, bargaining, depression, dan terakhir acceptance.
Saat sampai
pada tahap acceptance, saya berhenti
berandai-andai bisa kembali dan berharap bisa memperbaiki kesalahan. Ya,
menerima keadaan, memaafkan orang lain dan diri sendiri, dan tentu saja mencintai
diri sendiri dengan setulus-tulusnya. Your
well-being first. Social norms second. Ada pintu lain yang dibukakan
perlahan oleh semesta dan saya sambut dengan keinginan untuk membuka diri
kembali dan berproses lagi. Terbuka kembali pada segala kemungkinan dan
ketidakmungkinan.
Saya kembali
menyapa sahabat-sahabat lama, mulai rutin berolahraga, bertemu dengan
teman-teman baru, masuk ke komunitas baru, pindah kosan, belajar hal-hal baru,
dan tentu saja menemukan kesadaran baru. Akhirnya hari itu tiba. Hari dimana
terang akhirnya perlahan datang. Hari dimana badai akhirnya berlalu. Dan syukur
kepada semesta, saya rupanya berhasil bertahan.
So never mind the darkness
We still can find a way
Nothing lasts forever
Even cold November rain
You're not the only one
Everybody needs somebody
Sepenggal lirik di akhir lagu November
Rain dari Guns n’ Roses. Suatu hari, saya mungkin akan membuat kesalahan lagi. Badai
dan gelap akan kembali datang. Tidak ada formula sempurna untuk meredakan badai
atau mendatangkan terang. Tapi kita bisa berefleksi, membicarakannya dengan
sahabat atau keluarga terdekat, dan tidak segan untuk meminta bantuan. Satu hal
yang perlu diingat baik-baik, badai pasti berlalu, terang pasti datang. Bertahanlah!
Comments
Post a Comment