senja di beranda Ada tiga kursi di beranda, entah apa yang membuat Alam memilih kursi paling tua diantara ketiganya, yang catnya sudah pudar dan berkarat di sana-sini. Dia sudah memilih singgasananya. Dia akan selalu memilih kursi itu setiap kali dia berkunjung ke berandaku. Di berandaku bersamanya, waktu berjalan bagai berlari. Senja sekejap menjadi tengah malam. Menghabiskan waktu berbincang di beranda saat senja tiba seusai seharian bekerja, untuk itulah berandaku diciptakan. Rupanya, Alam menjadi salah seorang yang membuat konsep berandaku menjadi nyata. Aku mulai hafal urutan ritual kami. Alam akan mematikan kendaraannya lalu berjalan menuju singgasananya yang berkarat itu. Sebelum duduk, Alam akan membuka resleting jaketnya setengah, tanpa melepasnya. Aku akan masuk mengambil air, dan saat aku kembali, dia sudah menghisap rokok pertamanya. Berandaku dihidupkan oleh asapnya, suaraku, suaranya, tawaku, tawanya, dan hening kami. Aku masih menunggu saat hening ka...