Skip to main content

Senja dalam Kotak

Aku duduk termenung, memandangi kotak yang isinya sudah tidak lagi karuan. Bentuknya satu setengah tahun yang lalu sangat cantik dan indah. Keegoisan, kebohongan, dan perbedaan meluluh-lantakkan bentuk aslinya. Kami berdua merusaknya tanpa ampun.

Aku memanggil Alam, meminta bantuannya untuk ikut merapikan isi kotak ini. Kami saling menatap, berharap menemukan bayangan bentuk aslinya di kedalaman mata masing-masing. Kami uraikan satu-persatu. Keegoisan yang menempel lekat kami coba lepaskan. Bentuknya terlihat membaik meski warnanya masih berantakan dan terpisah menjadi dua keping.

Aku mengambil pewarna dari lemari. Pewarna ini berlabel "Maafkan!". Kami mewarnai isi kotak yang terbelah dua itu, sesuka hati kami, menutup warna "kebohongan" yang begitu tebal. Milik Alam warna biru laut, sedangkan punyaku ku warnai jingga keemasan. Kami saling bertukar, menerima potongan satu sama lain dengan sukacita. Kami saling memaafkan.

Kami mencoba menggabungkan potongan itu. Biru lautnya dengan jinggaku yang keemasan membentuk senja terbaik yang pernah kami lihat. Alam menginginkan jinggaku tenggelam dalam biru lautnya yang damai. Aku menginginkan jinggaku tetap berada di batas cakrawala, tetap menyala, justru itu yang membuatnya indah.

Tidak ada kata sepakat. Dia mengambil kotak baru, memasukkan jinggaku ke dalamnya. Aku meletakkan birunya dengan hati-hati di kotakku. Dia beranjak pergi dari berandaku sambil membawa kotaknya, hanya meninggalkan senyum, tanpa kecupan. Aku membalas senyumnya. Perlahan punggungnya semakin jauh meninggalkanku.

Senja perlahan menghampiriku, memberi kecupan hangat di keningku. Sudah selesai, Kasihku, bisiknya.

Comments

Post a Comment