Skip to main content

Posts

Showing posts from August, 2014

bungkus kado

Sebelumnya, bungkus kado adalah hal yang nggak penting buat saya. Untuk apa dibungkus, kalau akhirnya disobek dan dibuang, toh yang penting kan memang isinya. Saya termasuk yang sangat jarang kasih kado, dan biasanya kalaupun kasih, nggak pake dibungkus. Ok, saya akui, saya nggak pernah bisa rapi kalau bungkus kado. Tapi ada yang beda malem ini. Saya lagi siapin kado untuk mereka yang udah kaya ade sendiri. Setelah tulis surat dan dilipet jadi kapal terbang kertas, saya masih ragu untuk dibungkus apa gak. Sampai akhirnya, saya memutuskan untuk bungkus sesuai kmampuan saya, nggak rapi-rapi amat. Dan akhirnya saya tau, apa fungsinya kado itu dibungkus. Tangan saya emang ngebungkus, tapi pikiran saya ada entah dimana. Pikiran saya membungkus memori yang pernah ada. Pengalaman pertama ketika ketemu mereka, momen-momen yang nggak terlupakan sama mereka, keunikan mereka, dan betapa beruntungnya saya bisa ketemu sama mereka. Ketika ngebungkusnya selesai, saya bisa senyum dan bilang dal

Iwan Fals - Kontrasmu Bisu

Malam ini, saya melihat sepasang kakek nenek berbaring di depan Stasiun Manggarai, cuma beralas tikar. Sang nenek menggigil. Saya berjalan sambil lalu, mencoba menerka apa yang terjadi. Sepuluh menit kemudian, saya memutuskan untuk kembali. Sang Nenek masih mnggigil, sementara Kakek berusaha mencari sesuatu di gerobaknya. Begitu saya berhadapan dengan Sang Nenek, wajahnya  sangat pucat ternyata. Akhirnya saya pamit undur diri dan masih tidak mengerti apa yang yang terjadi. Satu yang saya tahu, ini yang namanya Jakarta. Tinggi pohon tinggi berderet setia lindungi Hijau rumput hijau tersebar indah sekali Terasa damai kehidupan di kampungku Kokok ayam bangunkan ku tidur setiap pagi Tinggi gedung tinggi mewah angkuh bikin iri Gubuk gubuk liar yang resah di pinggir kali Terlihat jelas kepincangan kota ini Tangis bocah lapar bangunkan ku dari mimpi malam Lihat dan dengarlah riuh lagu dalam pesta Diatas derita mereka masih bisa tertawa Memang ku akui kejamnya kota Jakarta Namu

Belajar Nulis sama Ayu Utami

Berawal dari ketidaksengajaan beli buku Ayu Utami yang judulnya Larung. Makin baca buku-bukunya yang lain, makin penasaran dan ngefans sama sosoknya. Novel - novelnya Mba Ayu ngenalin saya sama feminisme, budaya - budaya Indonesia, pemikiran tentang keperawanan dan seksualitas, dan spiritualitas. Setelah ikut kelasnya dan tatap muka langsung, saya makin menggemari penulis yang satu ini. Cerdas, sexy, petualang, punya pemikiran yang wah, dan lain - lain. Satu hal yang terus terlintas di kepala saya, "bisakah saya sebugar dan secerdas itu kalau saya nanti seusia dia yang sekarang." Kelas ini katanya dibuka setahun sekali dan berlangsung dalam sepuluh sesi. Tahun ini tahun yang kedua. Biayanya satu juta untuk pelajar dan mahasiswa, dua juta untuk umum. Diharapkan, kita bisa menghasilkan satu cerpen di akhir kelas. Kelas tahun lalu berhasil menghasilkan tiga buku kumpulan cerpen seri zodiak. Tahun ini? Kalau ada lagi tahun depan, wajib ikut. Apalagi kalau ngefans sam

Time healing

Time heals almost everything, give it time! Rasanya pepatahnya bener. Kecewa lama-lama akan ilang. Sakit hati lama-lama nggak akan terasa. Sedih pelan-pelan akan biasa. Waktu, semua cuma masalah waktu. Atau, mungkin di antara jeda waktu itu, Kita terinterupsi sama kejadian-kejadian yang lain. Di jeda waktu itu, kita belajar merelakan. Di jeda waktu itu, kita menemukan alasan-alasan untuk menerima. Di jeda waktu itu, kita terima yang lebih baik. Intinya, di jeda waktu itu, kita membiasakan diri. 26012014

HR - 2

Ada semacam karnaval hari ini. Setiap lantai harus menghias dan menampilkan daerah tertentu. Ada Padang, Palembang, Sumatera Utara, Aceh, Bali, dll. Akhirnya, tibalah kami di lantai yang terakhir, lantai yang penuh dengan kejutan. Kejutan yang pertama, ada dia, sebut saja si HR, yang lebih sering saya lihat punggungnya di lift. Dia menjadi penerima tamu dalam balutan blankon, surjan, dan jarik, pakaian adat khas Yogyakarta. Mendadak, saya ingin bersanggul dan berkebaya lalu berdiri di sebelahnya. Gigi geliginya yang rapi bersih menjadi yang paling menarik perhatian saat dia tersenyum. Ah, Tuhan memang bercita rasa tinggi. Di akhir kunjungan setiap lantai, akan ada simbolisasi pemberian selamat ulang tahun. Saya berdiri di sudut, membawa kue ulang tahun, menanti saat saya keluar dari persembunyian ini. Menanti saat saya bisa melihat senyumnya langsung dari dekat. Akhirnya saat itu tiba. Saya nyalakan lilin dan membawa kue ulang tahun ini ke hadapan si HR. Seisi lantai mulai

Dear Kuproy..

Ini untuk kamu yang malam ini sedang dalam perjalanan solo menuju Solo. Ope bakal kangen temen berantemnya pasti. Aku bakal kangen main upil sama kamu nih! Ka Uli bakal kangen sama "tukang ojek" nya yang banyak banget syarat dan ketentuannya. Kalo Ka Nina pulang, yang jadi kuli angkutnya siapa? Bapak bakal kangen nungguin kamu pulang kalo kamu pulang kemaleman. Ibu bakal kangen ngingetin kamu rapihin lemari baju. Kuproy bakal sekolah jauh dari rumah. Kuproy yang kata ibu masih labil, bakal belajar mandiri di sana. Kita semua dukung kamu. Kita semua doain kamu. Kita semua sayang kamu. Selamat belajar. Selamat berproses. Selamat menemukan.

Malam - Payung Teduh

Terang masih saja milik malam Bahkan malam yang terlalu terang Sanggup menjadi terik Dan matahari masih sedih Bersandar dibelakang Mungkin ia belum lelah menanti Kedatangan cinta Atau ia sudah bosan Menanti kedatangan apapun Atau teriknya Sudah tidak membangunkan kita lagi Bukankah kita sudah berjanji semua selesai Ketika ada kita

bersambung 4..

Setelah kenyang dan membersihkan alat masak, kami masuk ke kantung tidur masing-masing, bergegas tidur. Dingin mulai menyengat. Suara tonggeret bersahut-sahutan seolah ada dirigen yang memimpin mereka. “Malem, Gat!” “Hmmm..” Jagat menjawab dengan kesadaran yang tinggal setengah. Tak lama kemudian, kami masuk ke alam mimpi masing-masing. *** Aku terbangun karena silau cahaya matahari. Jagat masih tertidur di dalam kantung tidurnya. Aku buka pintu tenda lalu takjub dengan yang kulihat. Bukit – bukit, kemudian padang ilalang, dan matahari yang muncul di antara bukit-bukit itu. Ya ampun, pemandangan ini adalah foto yang kupasang di wallpaper laptopku, aku dapat dari hasil googling Rinjani setahun yang lalu. “Gat! Bangun, Gat! Lo harus liat,” kataku berteriak sambil loncat-loncat gembira di luar tenda. Jagat akhirnya bangun, menggeliat malas, kemudian duduk mengerjap-ngerjapkan matanya. Tak lama kemudian, dia tersenyum sambil keluar dari tenda. “Besok subuh Jani, kalau semesta me

Family Trip!

Lebaran kemarin, untuk pertama kalinya, saya sekeluarga pulang ke kampung Bapak di Sukajulu, Tanah Karo.  Ibu yang asli sunda tapi udah nggak keliatan lagi sundanya katanya. Homebase Bapak. Pertama kalinya semua anggota keluarga dateng ke sini. di makam bulang (kakek) yang meninggal sekitar 16 tahun yang lalu. SuperBibi & SuperNenek. Perempuan  - perempuan tangguh. Akhirnya punya foto lengkap bertujuh. 13 dari 18 cucu nenek adalah perempuan. 5 dari 18 cucu nenek adalah laki - laki. Pagoda - Berastagi Tomok - Danau Toba. Terakhir kumpul kaya gini 9 tahun yang lalu. Perjalanan ini ngingetin saya sama film Home Alone. Ini impal (sepupu) saya yang seumuran. Bibi teriak, "Ayo foto, gandengan!" 9 tahun yang lalu saya nangis, terus dikasih uang 50ribu upah mau difoto gandengan.

bersambung 3..

Keep travelling, Jani! Jadi sarjana dan masuk belantara dunia kerja bukan penghalang buat tetep jalan-jalan,  Your travelmate, – Jagat. *** “Gimana Jan, udah siap buat jalan besok?” Jagat bertanya tanpa menatapku. Dia sedang sibuk berusaha memasukkan barang-barang perlengkapan naik gunung ke dalam carriernya. Aku yang sudah selesai packing memilih duduk di sudut beranda rumahku sambil memeriksa senter dan kamera. “Hmm, ini salah satu perjalanan impian gw, Gat! Bokap namain gw Anjani karena Rinjani itu gunung favoritnya. Gw nggak tau banyak tentang bokap selain lewat cerita nyokap dan foto-fotonya. Tapi semoga dengan perjalanan kali ini, gw bisa ngerasain apa yang bokap rasain tentang Rinjani.” Aku terdiam. Kaget dengan ucapanku barusan. Selama ini, kerinduan sekaligus rasa penasaranku pada sosok ayah tak pernah aku ungkapkan pada siapapun, ternasuk Ibu. Jagat berhenti packing. Dia melihat ke arahku tanpa berkata apa-apa. Suasana canggung begitu terasa. “Eh Gat, gimana p

Balita dari Tanah Karo

Ini dia oleh-oleh pertama saya setelah mudik dari Tanah Karo. Foto balita yang  "Karo-Pure-Blood" ! Nenek Biring & Cucu-cucunya Sya lupa siapa namanya. Tapi saya jatuh cinta sama matanya yang hitam bulat. Selin. Pertama kali liat, saya kira laki-laki, ternyata perempuan. Belepotan abis makan duren. Gedenya pasti manis! Kalau yang ini namanya Miko. Anteng banget. Cute overload ! Tatap mata saya! Pertama kali liat bola matanya, saya kira dia pake soft lens. Matanya nggak kaya orang Indonesia kebanyakan. Yang ini namanya Tari. Begitu saya bilang, " mejile kam " -bahasa karo yang artinya kamu cantik, dia langsung ambil sisir, terus nyisir. Rasanya pengen saya bawa pulang buat dijadiin pajangan. Haha. Sisir di tangan kananku, duren di tangan kiriku.