Skip to main content

Posts

Showing posts from December, 2018

Kehilangan yang Semu di 2018

Sewaktu sekolah, saya sering ditegur ibu karena lupa membawa pulang tempat makan. Iya, biasanya diletakkan di kolong meja kemudian lupa dibawa pulang. Nasib menyedihkan serupa terjadi pada toples, sendok, tempat minum, dan peralatan lain yang saya bawa keluar, biasanya mereka tidak pernah kembali ke rumah. "Untung saja kepalamu nempel, kalau nggak, pasti ketinggalan juga," Kata Ibu dengan nada campuran antara kesal, agak putus asa, tapi juga sedikit bercanda. Kalau diingat-ingat, tahun 2018 kalau orang jawa bilang pelupa dan teledor saya  unbelievable. 1. KTP Kuartal satu tahun 2018, saya baru sadar kalau KTP saya tidak ada ketika mau meeting ke client  yang masuk gedungnya harus menyerahkan KTP.  Saya merasa sudah mencari ke semua penjuru mata angin, mulai dari meja kantor, tas, kosan, sampai tanya ke orang rumah, tapi ternyata jawabannya nihil. Saya mencoba mengingat-ngingat dimana terakhir saya menggunakan KTP itu. Dengan ingatan yang terbatas, saya meny

Bergelung di Ketiakmu

Aku ingin bergelung di ketiakmu Seperti anak ayam di balik sayap induknya Yang berlindung dari dingin dan hujan deras Anak ayam berciap-ciap.. Ketakutan jika genangan dapat menghanyutkannya. Demikian juga aku ingin bercerita kepadamu Tentang gelisah yang remah dan remeh bagi dunia Ciapan anak ayam tidak akan mengeringkan genangan Begitupun juga ceritaku tidak akan merubah keadaan Tapi mengetahui bahwa kamu tidak sendirian Memberi kekuatan untuk menghadapi ketakutan Ku dengar bisikmu di telingaku, "Tak jadi soal menjadi bagian dari yang remah dan remeh, Asalkan tetap ramah, Dan tidak mudah marah." Ah.. Aku semakin menggulung di ketiakmu Menanti hujan reda Lalu kita menari bersama

Kacamata Kuda

Ketika kita kecil, kita diajari hitam dan putih, baik dan buruk, benar dan salah. Kita diajarkan untuk memilah diantara dua itu secara straightforward. Jika tidak baik, maka itu buruk. Jika tidak benar, maka itu salah. Tidak ada diantaranya. Anak-anak biasa disuguhkan dengan akhir cerita yang bahagia dan optimisme. Tidak ada yang salah dengan itu, karena memang demikianlah yang dibutuhkan untuk usia anak-anak. Semasa sekolah, bahkan sampai kuliah, semuanya terasa hitam dan putih. Setiap tahun, target saya berkutat pada nilai yang baik, dapat beasiswa agar biaya sekolah gratis, membantu teman yang kesulitan dalam belajar, aktif di komunitas, dan menabung untuk bisa jalan-jalan. Ini menjadi kacamata kuda saya semasa sekolah. Tidak terpikirkan untuk melakukan kenakalan remaja pada umumnya. Saya selalu ingat pesan ibu saya, "Hidup harus prihatin. Bersyukur." Dengan kacamata kuda yang konsisten saya gunakan hingga lulus kuliah, semua memang terasa straightforward . Setelah mem

Cerita dari Binaiya - Menuju Desa Piliana

Setelah vakum selama tiga tahun, akhirnya saya kembali melanjutkan apa yang pernah ada di dalam bucket list , seven summit Indonesia . Binaiya adalah gunung keempat setelah terakhir mendaki Kerinci berdua Siska di 2015. Ada sedikit perasaan gugup dan khawatir, terlebih karena ini pendakian open trip saya yang pertama, tapi perasaan excited  akan berada seminggu di gunung jauh lebih dominan.  Saya ingat betul, tahun 2014 saya pergi ke Desa Sawai di Pulau Seram dan terkaget karena desa ini masih bagian dari Taman Nasional Manusela, tempat dimana Binaiya berada. Janji saya kepada diri sendiri untuk kembali ke Taman Nasional Manusela dan mencecap Binaiya ketika itu tergenapi kini. Saya menjadi peserta terakhir yang sampai di Bandara Pattimura dan hampir ditinggal rombongan karena hanya pesawat saya yang delay . "Rani," saya memperkenalkan diri sambil menyalami mereka satu persatu. Sembilan peserta (tiga diantaranya perempuan) ditambah empat pemandu, merekalah yang