Skip to main content

Posts

Showing posts from 2016

Lelaki Tua yang Alergi pada Malam

http://vignette2.wikia.nocookie.net Ada lelaki tua yang sedang alergi pada malam Ia mulai dilanda bersin-bersin hebat saat fajar mulai tenggelam Ia mulai berpikir apa yang salah pada malam Selain menyusup bersama kelam dalam tilam Ada lelaki tua yang sedang alergi pada malam Ia mulai ingusan saat malam mencumbunya Malam membawa sesal beterbangan di udara kamarnya Lalu terhirup masuk memenuhi rongga hidungnya Ada lelaki tua yang sedang alergi pada malam Ia mulai batuk-batuk saat jangkrik mulai berkerik Riuh jangkrik menciptakan sepi Masuk ke dalam paru-parunya bersama sesal yag tak tersaring Ada lelaki tua yang sedang alergi pada malam Bersin-bersin, ingusan, dan terbatuk di sudut kamar, sendirian Malam tertelan, perlahan mengkristal menjadi luka jiwa Lalu mengendap entah sampai kapan Ada lelaki tua yang sedang alergi pada malam Ia tertelan malam, lenyap bersama senyap Ada sisa upil kenangan yang berhasil tersaring oleh bulu hidungnya Ditemukan berserakan di

Bermain dan Belajar di Literasi Keuangan untuk Anak

Cha-Ching di SDN 04 Pagi Cawang Hari ini saya mengikuti program CSR Cha-Cing, program dari Prudential yang bekerja sama dengan Prestasi Junior untuk memberikan latihan literasi keuangan untuk anak-anak. Kamu tahu istilah Cha-Ching terinspirasi dari apa? Dari suara mesin kasir, cha-ching. Jika tidak percaya, cobalah suarakan dengan suaramu sendiri. Program ini tentu bukan seperti seminar literasi keuangan untuk orang dewasa, bukan mengenai investasi yang paling menguntungkan, bukan juga tips dan trik memiliki rumah tanpa KPR dalam waktu satu tahun. Program ini mengajarkan kepada anak-anak dengan cara bermain sambil belajar tentang apa yang harus mereka lakukan terhadap uang yang mereka punya. Anak-anak akan diajarkan mengenai konsep Earn, Saving, Spend, dan Donate terhadap uang mereka. Acara hari ini diadakan di SDN Cawang 04 Pagi. Sebanyak seratus empat puluh siswa mengikuti kegiatan ini, mereka dibagi ke beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari dua belas sis

Banda Neira

source: wikipedia Kalau dulu saya begitu menginginkan menginjakkan kaki di Rinjani, sekarang saya begitu ingin mengunjungi Banda Neira. Pertama kali saya mendengar kata Banda Neira adalah ketika di sekolah dasar, pelajaran sejarah, yang menyebutkan bahwa Presiden Soekarno diasingkan disana. Banda Neira   menjadi begitu familiar untuk saya ketika saya mendengarkan lagu-lagu nelangsa riang yang dibawakan oleh Ananda Badudu dan Rara Sekar, yang kemudian menamakan diri sebagai Banda Neira . Lagu-lagunya sa nga t sesuai untuk menema ni perjalanan panjang . Cobalah dengarkan! Selanjutnya, ketika saya sedang sarapan di Ambon, tiba-tiba warga lokal bercerita bahwa ia baru saja pulang dari Banda Neira untuk memotret, rupanya dia seorang fotografer. Dia b erangkat menggunakan pesawat kecil dan pula ng menggunakan kapal . Dia terlam bat pu la ng karena o mbak sedang pasang. Tidak ada kapal yang ber ani berlayar. Dari ceritanya, bar ulah saya tahu bahwa Banda Nei ra masuk ke dalam

Hening

Coba bayangkan kamu sedang menyelam di kedalaman laut. Ketika arusnya deras dan ombaknya besar, kamu sulit untuk melihat apa yang ada di sekelilingmu. Kamu sulit menangkap apa yang ada di kedalaman sana. Semuanya menjadi terlalu sulit untuk diamati. Bayangkan setelah beberapa saat, arusnya menjadi tenang, tidak ada ombak, dan kamu bisa berenang melayang-layang dalam keheningan. Kamu bisa melihat banyak ikan cantik berenang di sekelilingmu. Terumbu karang dan berbagai biota laut lainnya berada disana dengan keindahan yang mendamaikan. Kamu bisa merasakan suara gelembung hasil pernafasanmu sendiri. Kamu terhanyut dalam keheningan penyelamanmu sampai akhirnya kamu menemukan ada bagian yang tidak sempurna di sudut-sudut gelap. Ada terumbu karang yang rusak, ada sampah yang menumpuk dan tak terurai. Ada yang tidak sempurna dari kedalaman laut itu. Seorang teman mengilustrasikan ini pada saya beberapa waktu lalu. Keheningan menjadi begitu dibutuhkan untuk menemukan keindahan

Titik

Ada tujuan dan pelajaran dari setiap orang yang hadir dalam hidupmu, dia akan pergi ketika tugasnya telah selesai. Saya tidak ingat siapa penulisnya, tidak juga yakin demikian rangkaian kalimatnya tapi saya pernah membaca hal serupa ini di suatu tempat. Selama ini saya memiliki beberapa teman dekat, kami saling bertukar cerita, saling mendukung, tapi mereka tidak pernah mengkritik saya habis-habisan. Mungkin karena ada bagian yang saya tidak tunjukkan ke orang lain selain orang-orang yang benar-benar dekat. Kamu menemukan sisi tergelap saya yang bahkan mungkin selama ini saya tidak sadari, kamu mengkritik saya habis-habisan, kamu yang membuat saya sadar dan mengakui bahwa “I am a selfish jerk.” Saya Si Brengsek yang Egois. Saya kira saya pendengar yang baik. Ternyata tidak. Saya mendengar apa yang mau saya dengar, bukan apa yang harus saya dengar. Saya kira saya pengamat yang baik. Ternyata jauh dari itu. Saya sedikit banyak menyadari apa yang terjadi di sekeliling, tapi sa

Amplop

Alam memarkirkan kendaraannya di pinggir jalan, tepat di depan warung kelontong. Aku turun membeli amplop. Dia memberiku beberapa lembar uang sekaligus pulpen. Kami akan segera menghadiri pernikahan sahabat Alam. “Kamu terbiasa menulis namamu di amplop?” Aku bertanya kepadanya heran. Aku kira hanya generasi ibuku yang masih menjalani tradisi ini. “Adatnya memang demikian, Raya. Kamu menulis namamu disitu agar mereka tahu. Jadi suatu hari kamu mengadakan acara serupa, mereka tahu harus memberi berapa,” katanya sabar. Aku mendengar alasan yang persis sama dari ibuku ketika aku protes padanya tentang mencantumkan nama di amplop. Ibuku masih menjalani kebiasaan ini. “Itu namanya pamrih dong. Mereka harus mengembalikan yang telah kita berikan. Jadi, mereka malah berhutang kepada kita. Kalau kita ikhlas memberi, kenapa kita harus menulis nama disitu?” aku memberondongnya dengan pertanyaan. “Kebiasaan di tempat kita, jika ada orang yang mau mengadakan acara, biasa