Skip to main content

Posts

Kelahiran Sigi

Memiliki anak bagi saya adalah pengalaman yang merubah hidup dan tentu saja tanggung jawab seumur hidup. Perlu diskusi panjang dengan Cen sebelum menikah tentang tujuan punya anak, pengasuhan, pendidikan, dll. Sabtu, tanggal 4 November 2023, pukul setengah sebelas malam, anak perempuan saya dan Cen lahir. Kami menamainya Sigi. Proses persalinannya seperti di sinetron. Selepas maghrib perut saya sakit luar biasa, lalu kami segera bergegas ke rumah sakit. Sepanjang jalan, hujan turun sangat deras, saya rebah di kursi penumpang mengerang kesakitan karena sudah tidak kuat dengan kontraksi yang makin sering. Tiga puluh menit di perjalanan rasanya seperti tiga jam. Akhirnya kami tiba di rumah sakit dan langsung ke IGD, Dokter Pur, dokter kandungan yang biasa saya kontrol rutin, kebetulan malam itu sedang praktek di Poli Kandungan, turun dan memeriksa. Rupanya sudah pembukaan enam, dan ketuban sudah pecah. Kontraksi semakin sering, saya kira saya memiliki ambang batas sakit yang tinggi, tapi
Recent posts

Persiapan Nikah Kilat

Lebih dari satu tahun saya tidak menulis di blog. Sekarang saya kembali, ingin bercerita tentang persiapan menikah saya yang super singkat dengan Cecen. Kami bertemu di Tegallalang, April 2022. Ia melamar di Rinjani pada bulan September, kemudian kami menikah di Bulan Desember di tahun yang sama. Mungkin terkesan buru-buru, tapi memang semua seperti sudah digariskan begitu saja. Begitu ringan, tidak banyak keraguan. Dago, 23 Januari 2022 Saya bersyukur kami dipertemukan di usia yang tidak lagi muda, sudah sama-sama di atas 30 tahun. Saat ambisi dan keinginan pribadi yang menggebu-gebu dan hingar-bingar masa muda rasanya sudah cukup kami cicipi.  ‘Dulu sih sempet kepikiran nikah di gunung, tapi udah dilamar di gunung aja cukup. Haha. Saya ingin menikah yang sederhana aja, Cen. Yang penting resmi, syukuran sama keluarga dan temen-temen deket aja. Nggak perlu ada pelaminan, nggak perlu formal-formal,’ jawaban saya saat Cecen menanyakan pernikahan macam apa yang saya inginkan. Untungnya, i

Teman Hidup

Saya tidak menyangka bahwa akhirnya saya akan mengikuti jejak Siska, menemukan pasangan hidup di Bali. Bedanya, pasangan saya tidak berasal dari Bali, tapi dari Bandung. Ya, awalannya sama-sama 'ba'  sih .  Sebelumnya saya selalu bertanya-tanya, bagaimana seseorang bisa yakin untuk menikah, bagaimana seseorang bisa tahu bahwa pasangannya adalah orang yang ia percayai untuk menghabiskan seluruh sisa usia bersama-sama. Saya hampir selalu menanyakan hal itu ke orang-orang terdekat saya yang akan menikah, tapi tidak ada satupun jawaban yang bisa saya pahami. Setelah saya bertemu Zaenal, saya menemukan jawaban atas pertanyaan itu. Jawaban atas pertanyaan itu ternyata bukan melalui pemahaman atas pengalaman orang lain, tapi pengalaman personal.  Tentu saja saya tidak langsung meyakini bahwa dia orangnya saat saya pertama bertemu di Jalan Cinta. Perjalanan bersama, obrolan, pemikiran, dan tentu perasaan kami terhadap satu sama lain yang akhirnya membawa kami untuk menjadi teman hidup.

Cerita dari Bulan Desember

Haloo, rasanya lama sekali saya tidak menulis. Desember tahun ini jauh berbeda dari biasanya, diwarnai dengan saya bolak-balik ke rumah sakit.  Jumat malam selalu jadi yang paling ditunggu-tunggu, pertanda akhir pekan tiba. Tapi hari itu, setelah makan, tiba-tiba perut saya sakit luar biasa.  Awalnya saya biarkan, sempat ketiduran, tapi sakitnya semakin parah, dan yang awalnya terasa di seluruh perut, lama-kelamaan terpusat di perut kanan bawah. Karena tidak tertahan, akhirnya ke IGD  Rumah Sakit Ari Canti di Ubud diantar Cen . Untungnya rumah sakit  ini  tidak terlalu jauh dari kosan. Saat jalan, saya harus terbungkuk-bungkuk dan pelan-pelan karena sakit sekali.  Dokter IGD memeriksa dan  mengatakan bahwa dari gejalanya mengarah ke usus buntu, tapi harus ada pemeriksaan lebih lanjut besok pagi oleh dokter bedah untuk memastikan. Malam itu, saya diberikan obat dan disarankan rawat inap. Pelayanan rumah sakit ini luar biasa, saya diperiksa dulu tanpa harus menunggu proses administrasi s

Seandainya

"Seandainya kamu bisa memilih satu profesi lain selain seniman, kamu akan memilih jadi apa?" Pertanyaan ini keluar begitu saja di percakapan acak saya dan Cen. Kemudian ia menceritakan profesi lain yang masih terkait dengan estetika tetapi lebih teknis. Dua hal yang sebenarnya memang sangat mencerminkan dirinya saya kira. Ia bisa sangat mengolah rasa tapi sangat teknis sekaligus.  "Hmm, kalau saya bisa memilih satu profesi lain selain aktuaris, saya mau jadi apa ya.." Saya terdiam beberapa saat, kemudian terpikir profesi yang berkaitan dengan anak-anak dan perempuan. Dua isu yang saya cukup peduli walau sekarang saya tidak terlalu mengikuti perkembangannya dan entah apa yang sudah saya lakukan untuk isu tersebut. Entah kenapa dengan hanya membayangkan, ada gairah  yang menyala. Menyenangkan rasanya membayangkan saya bisa ahli di bidang itu, melakukan hal yang disukai, terjun ke hal-hal yang saya peduli, kemudian menjalani profesi yang bukan untuk mencari penghidupan

Hitam Putih Tiga Puluh

Genap tiga puluh di Rinjani. Kali ini saya akan bercerita singkat tentang pendakian saya dan Cen ke Rinjani awal September lalu.  Perjalanan dimulai dari Bali, menggunakan motor sewaan, menuju Lombok. Perjalanan dimulai pukul sebelas malam dari Ubud menuju Pelabuhan Padang Bai. Motor inilah yang akan menemani kami menyeberang dan mengelilingi Pulau Lombok. Setelah empat jam di tengah laut, subuh kami sampai di Pelabuhan Lembar, Lombok. Tidak langsung ke Lombok Timur, kami ke selatan dulu mampir di Pantai Mandalika menghabiskan pagi di sana. Setelah itu, kami menyusuri pantai lombok dari selatan ke Utara untuk bisa sampai Sembalun. Pukul tiga sore kami sampai basecamp. Keesokan harinya, kami baru memulai pendakian. Ini barang yang akan kami bawa selama pendakian.  Rencananya, kami akan mulai mendaki melalui Sembalun kemudian turun melalui jalur Torean. Sembalun terkenal dengan jalurnya yang cantik dan terbuka. Sepanjang perjalanan ke Plawangan, kamu akan disuguhi dengan savana hijau yan

Mata - Mata

Ia datang dengan mata yang berbinar-binar. Sepanjang kedatangannya, ia bernyanyi tak henti, sesekali menari. Seluruh ruangan mendadak ikut riang dan hangat, padahal di luar sedang gerimis dan agak sendu.  Sorot mata yang paling saya kenal darinya adalah sorot mata yang teduh dan penyabar. Saya bisa berlama-lama menatap matanya dan menemukan kedamaian di sana. Kalau ia sedang tertawa, matanya akan tertarik ke samping dan ada garis-garis halus di ujung-ujung matanya yang membuat tawanya semakin meriah.  Kali ini berbeda. Tatapan matanya tidak semeriah kalau ia tertawa, tapi juga tidak setenang biasanya. Ia tersenyum dengan matanya. Ada kegembiraan yang menyala, yang seolah-olah memanggilmu untuk ikut merayakannya bersama-sama. Jiwa saya ikut bernyanyi dan menari di kedalaman matanya.

Merasa Bersalah

Salah satu perasaan yang paling mengerikan adalah merasa bersalah. Tidak ada yang bisa dilakukan untuk memperbaiki karena sudah terlanjur terjadi dan sayangnya kita tidak memiliki mesin waktu untuk meng- undo yang sudah terjadi. Yang bisa dilakukan adalah meminta maaf, melanjutkan hidup dengan perasaan bersalah yang mendera, dan tentu saja berusaha untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. Tanpa hukuman dari orang lain pun, perasaan bersalah yang terus membayangi seumur hidup sudah merupakan hukuman dari diri sendiri yang pahit. Diberikan maaf dan pengampunan tentu saja hal terbaik yang bisa diterima, tapi tetap tidak bisa menghilangkan perasaan bersalah atas apa yang sudah dilakukan. Semoga tidak termasuk ke dalam kaum bebal yang mengabaikan perasaan bersalah kemudian mengulangi kesalahan yang sama. Setidaknya, ingatan akan perasaan bersalah yang mengerikan menjadi pengingat untuk berpikir sejuta kali sebelum melakukan kesalahan yang sama. 

Moscarosa

Mencintaimu seperti menghirup udara bersih di kaki gunung, memberikan kesegaran dan menyehatkan. Mencintaimu seperti berjalan di pantai ketika senja tiba, theurapeutic dan menyenangkan. Mencintaimu seperti ketika mencicipi Moscarosa Sababay atau Kopi Susu Seniman, riang dan tidak ingin berhenti.  Mencintaimu seperti merenung di kamar mandi, khusyuk dan memberikan pencerahan.  Mencintaimu seperti berdoa, kedamaian dan harapan turut serta.

Cerita dari Bali

Saya kirimkan video tempat dimana saya tinggal sekarang ke keluarga di rumah, ibu bertanya, "Sekarang kamu tinggal di hutan?" Bersyukur sekali menemukan tempat ini. Tempatnya persis di pinggir jalan raya, kemudian turun ke bawah sedikit, dan voila, sebuah ruangan dengan ukuran 5m x 7m, yang dari berandanya langsung terlihat air terjun, sungai, dan pohon-pohon besar. Seperti di Aselih, ruangan ini bermandikan cahaya matahari, tapi tentu saja lebih sejuk. Setelah empat bulan pindah-pindah tempat tinggal di sekitaran Ubud, akhirnya, menemukan tempat yang nyaman tapi juga bisa sustain untuk jangka panjang. Salah satu bagian yang paling menyenangkan selama lima bulan terakhir adalah perjalanan berkeliling Bali. Di akhir pekan, saya dan Cen akan membuka google maps , lalu menunjuk tempat menarik yang sekiranya ingin dikunjungi, kemudian siap-siap, lalu berangkat.  Cen Terdampar di Pantai Jimbaran Minggu pertama, kami naik Gunung Batur di daerah Kintamani. Dua minggu setelahnya, cam