Skip to main content

Posts

Showing posts from July, 2015

Di Beranda

senja di beranda Ada tiga kursi di beranda, entah apa yang membuat Alam memilih kursi paling tua diantara ketiganya, yang catnya sudah pudar dan berkarat di sana-sini. Dia sudah memilih singgasananya. Dia akan selalu memilih kursi itu setiap kali dia berkunjung ke berandaku. Di berandaku bersamanya, waktu berjalan bagai berlari. Senja sekejap menjadi tengah malam. Menghabiskan waktu berbincang di beranda saat senja tiba seusai seharian bekerja, untuk itulah berandaku diciptakan. Rupanya, Alam menjadi salah seorang yang membuat konsep berandaku menjadi nyata. Aku mulai hafal urutan ritual kami. Alam akan mematikan kendaraannya lalu berjalan menuju singgasananya yang berkarat itu. Sebelum duduk, Alam akan membuka resleting jaketnya setengah, tanpa melepasnya. Aku akan masuk mengambil air, dan saat aku kembali, dia sudah menghisap rokok pertamanya. Berandaku dihidupkan oleh asapnya, suaraku, suaranya, tawaku, tawanya, dan hening kami. Aku masih menunggu saat hening ka

Die but aren't Buried

Dia adalah simbol untuk orang muda. Jiwanya begitu bebas, hidupnya penuh gairah, tawanya begitu riang. Dia tahu apa yang dia mau, tahu kemana perjalanannya akan menuju. Pemikirannya cerdas, pembawaannya tenang, berjalan bersamanya membuatmu damai, sekaligus bergairah, bergairah untuk hidup, untuk sehat, untuk tetap muda selama mungkin. Suatu hari dia akan menua, masihkah hidupnya menggairahkan? Sebagian orang takut menua. Kehilangan kebugaran tubuh, tidak lagi kuat berlari. Sebagian takut tidak bisa menjadi orang tua, lalu kesepian di hari tua. Sebagian yang lain, takut menjadi orang tua, memegang tanggung jawab seumur hidup, bertanggung jawab karena telah ikut andil dalam proses “penciptaan”. Yang paling menakutkan dari semuanya adalah kehilangan gairah. Kehilangan kesempatan melakukan hal-hal yang disukai, kehilangan semangat untuk memperjuangkan hal-hal yang dicintai. Menjalani hidup hanya karena belum mati secara fisik. Most people die at 25 but aren’t

Cerita dari Guntur

Gunung Guntur, 2249 MDPL Semua akan ada waktunya, jika kita memang benar – benar mengusahakan. Termasuk pendakian Guntur kali ini, akhirnya terwujud setelah dua kali gagal. Untuk pertama kalinya saya mendaki ketika bulan Ramadhan, dengan harapan gunung akan lebih sepi dari biasanya. Tim perjalanan kali ini adalah empat orang teman dari KMK MIPA, Hanna sang pawang babi hutan, Adel si koki handal, Cici ahli bersih-bersih nesting, dan Andi si penyamun di sarang perawan. Setiap perjalanan punya ceritanya sendiri, termasuk perjalanan kali ini. Keanehan perjalanan kali ini sudah dimulai dari awal. Turun di Pasar Rebo, kami langsung masuk ke bus tujuan Garut yang ternyata penuh dan tidak ber-AC, begitu mau keluar, malah dimarahi oleh kondektur. Akhirnya, kami tetap di dalam bus, duduk di bawah pakai jongkokan panjang. Saat sedang asik tidur, kondektur membangunkan kami, meminta untuk pindah ke bus lain. Sambil ngantuk, kami pindah bus. Begitu sampai di bus yang baru, ternyata sudah

Edisi Ramadhan

A: Saya temani kamu buka puasa ya. B: Iya. Besok pagi kamu ke gereja? A: Harusnya. Kamu mau sholat maghrib dimana? B: Mungkin di kantor. Jadi, apa bedanya katolik dan protestan? Kamu yang mana? … A & B: Kenapa kita harus beda? Kenapa perbedaan ini dibuat?

Pandora

Kita bertemu sebelum kita lancar membaca. Sebelum hormon-hormon dalam tubuh berfungsi sempurna. Sebelum kita benar-benar bisa merasa. Kita sama-sama menyimpan sesuatu yang bahkan kita tidak tahu itu apa. Begitu rapi, begitu tersembunyi, tidak ada seorangpun yang tahu. Aku menyebutnya kotak Pandora. Di sana persimpangan kita yang pertama. Waktu berlalu. Perlahan kita mulai mengerti apa isi Pandora itu. Menanti-nanti hari dimana kita bisa saling memperlihatkan isinya. Butuh lebih dari seribu malam untuk bertemu lagi di persimpangan yang kedua. Begitu bahagia sampai kita terlalu tergesa memperlihatkan isi Pandora kita masing-masing. Sayang, terlalu terburu-buru, kita tidak membuka di waktu yang tepat. Persimpangan yang kedua berlangsung hanya sesaat. Kembali, kita letakkan Pandora itu dengan rapi dan tersembunyi, di tempat yang paling sudut dimana tidak ada seorang pun yang tahu. Perlahan, kita mulai melupakan Pandora, menemukan kotak-kotak baru yang warna warni. Pand