Skip to main content

Posts

Showing posts from February, 2021

Kartu Pos

Besok sudah Maret. Salah satu bulan yang paling Randu tunggu-tunggu selama beberapa tahun terakhir. Randu selalu suka mempersiapkan kejutan dan hadiah untuk ulang tahun, walaupun ia tahu Akar tidak terlalu menyukainya. Tapi seperti biasa, karena Randu terlalu keras kepala, Randu akan tetap dengan senang hati mempersiapkannya. "Baguskan ini, hadiah dari Randu loh," kata Akar kepada temannya saat mereka sedang bersama-sama. Randu malu setengah mati. Tapi dalam hati, ia sangat gembira karena Akar menyukai hadiahnya. Ini adalah Maret pertama mereka. Hmm, sebentar, mengapa Randu tidak dapat mengingat Maretnya yang kedua. Ia dapat mengingat jelas Maret mereka yang ketiga. Hari yang lezat persis sebelum pandemi dimulai. Salah satu hari terbaik dalam ingatan Randu, di antara begitu banyak hari-hari baik lainnya. Sekarang, Randu dan Akar memiliki maretnya masing-masing. Randu berusaha sekeras mungkin untuk mengambil jarak, memberi ruang seluas-luasnya pada Akar. Ia memutuskan berhenti

Lebih Dekat dengan Engkau

Engkau tidak takut sekian lama tinggal sendirian? Engkau tidak pernah kesepian? Oh tidak. Mungkin malah sepi yang takut dengan kesendirianku. Bisa engkau jelaskan? Kesendirian bisa sangat berbahaya jika ia tegar dan kuat. Sepi akan limbung, lalu merasa kehilangan alasan kehadirannya karena tidak mendapatkan antagonisnya. -Joko Pinurbo, Telepon Genggam

Nomaden - Hari 10

Dua hari ini saya sedang bimbang. Ada beberapa pilihan yang sedang saya pikirkan, yaitu pulang, tetap di Yogya, atau pindah ke Bali. Mungkin saatnya jujur pada diri sendiri, bahwa memang saya ingin mencicipi tinggal di kota lain, tapi ada pemicu yang akhirnya membuat saya meninggalkan Jakarta sejenak. Alasan itulah yang akhirnya membuat saya memutuskan mungkin belum saatnya pulang. Saya membayangkan, jika pulang sekarang, keadaannya masih akan tetap sama. Walaupun saya tahu, bahwa pulang hari ini atau setahun lagi pun tidak akan merubah keadaan. Ah, tapi biarlah, saya ingin pergi sejenak. Kita dealing  di lain waktu, tapi tidak hari ini. Pilihan berikutnya adalah pindah ke Bali, walaupun sebenarnya masih ingin tetap di sini. Setahu saya, ada penerbangan langsung dari Yogya ke Bali. Siska beberapa kali mengambil penerbangan ini. Kemarin saya cari-cari, ternyata tidak ada lagi. Hampir semuanya harus transit di Jakarta. Aduh. Jadilah saya mengurungkan niat, dan memutuskan untuk memperpanj

Nomaden - Hari 7

Snooze Hostel Hanya butuh lima belas menit untuk perjalanan dari Yats di daerah Wirobrajan ke Rumah Senjakala di daerah Kasihan, Bantul. Hanya lima belas menit tapi suasananya bisa sangat berbeda. Yats berada di tengah kota, di pinggir jalan besar. Rumah Senjakala berada persis di pinggir sungai, dikelilingi hutan yang cukup lebat. Yang cukup mengejutkan adalah ternyata persis di seberang Rumah Senjakala, di sisi sungai yang lain, ternyata ada cafe yang sangat ramai ketika itu. Maklum, malam minggu. Kamar saya adalah Kamar Pojok yang persis jendelanya menghadap cafe, jadilah kami seperti saling menonton. Kata housekeeper , cafe ini baru saja dibuka dua minggu yang lalu.  Dari saya datang sampai sepanjang malam, hujan tidak berhenti. Jadilah sepanjang hari hanya di dalam kamar. Pagi hari hujan sudah berhenti dan cuaca cukup cerah, jadi saya bisa keluar dan menghabiskan beberapa jam di dock yang langsung menghadap sungai. Suasana hening sampai akhirnya sekitar pukul tujuh, cafe mendada

Nomaden - Hari 6

Halo. Selamat membaca cerita saya di hari yang keenam, hari terakhir saya di Yats Colony. Setelah dua hari sebelumnya hanya keluar kamar untuk sarapan, di hari yang terakhir saya menyempatkan renang, pagi-pagi sekali sebelum ada pengunjung lainnya.  Jam makan siang, saya check out dan bergegas ke daerah Ngaglik, Tegalrejo. Bukan untuk menginap, tapi untuk menemui teman dari sepupu saya. Sepuluh tahun yang lalu, saat sepupu saya kuliah di Yogyakarta, saya berkunjung ke tempatnya. Ia mengajak saya ke Goa Jepang di Kaliurang dan ia membawa serta seorang temannya. Singkat cerita, ketika saya baru sampai di Yogya, saya baru tahu bahwa teman sepupu saya ini baru saja membuka kedai makanan jawa timuran.  Tempatnya sangat cozy , dikelilingi pohon-pohon besar dan cukup terbuka. Makanan dan minumannya pun enak-enak tentu dengan harga yang terjangkau. Ini pertama kali saya mencoba lontong balap dan tahu tek dengan sambal petisnya. Jus campuran buah naga dan lemonnya sangat menyegarkan, tidak kal

Nomaden - Hari 4

Kali ini saya akan membawamu ke cerita menginap di tempat yang pertama. Empat malam saya menginap di Casa de Odua, di daerah Godean. Rumah modern dengan dua taman besar di dalam rumah. Saya menyewa satu kamar di salah satu paviliun, dan selama empat malam tidak ada pengunjung lain. Tempat kerja favorit saya yaitu ruang makan, karena sangat dekat dengan taman dan sejuk sekali disana, padahal di luar rumah cuacanya panas. Saya jadi punya inspirasi untuk taman di belakang rumah, yang entah kapan akan saya wujudkan. Yang saya kagumi dari rumah ini, padahal banyak ruang terbukanya, tapi ketika hujan sama sekali tidak ada yang tampias.  Selama tinggal disini, saya sama sekali tidak kemana-mana, kecuali ketika baru datang saya makan di Bakmi Pele yang hanya berjarak 600 meter dari rumah, membeli stok buah, dan tiap pagi jalan kaki berkeliling untuk beli jajanan. Di hari kedua saya baru tahu kalau ternyata yang ada di ruang tengah adalah Smart TV, jadilah saya melanjutkan menonton Grey's A

Nomaden - Hari 1

Langitnya begitu bersih, begitu juga dengan udaranya. Saya sedang berada di tengah-tengah taman, di sebuah rumah, yang dikelilingi sawah. Di Yogyakarta. Apa yang sedang saya lakukan? Entahlah. Seumur hidup, saya menghabiskan waktu saya di sekitaran Depok dan Jakarta. Di tempat inilah saya lahir, tumbuh, sekolah, dan mencari penghidupan. Hampir setahun ke belakang, saya memiliki privilege untuk bisa full kerja dari rumah. Hingga akhirnya suatu pagi, tercetus ide, "Kenapa saya tidak kerja dari antah-berantah yang memiliki akses internet stabil?" Malamnya saya memberitahukan ide ini ke orang terdekat saya dan tidak ada penolakan sama sekali. Saya bilang ingin mencicipi tinggal di kota lain, karena kalau tidak pandemi, mungkin saya akan tetap harus di Jakarta karena disinilah saya bekerja. Entah harus sedih atau senang, tanpa berpikir panjang, dia hanya bilang  ide bagus. Saya pikir akan ada pertanyaan lanjutan atau setidaknya bilang jangan lama-lama. Lima hari kemudian saya mem

Mukjizat itu Nyata (?)

“Aku butuh mukjizat-Mu malam ini, tapi bukan untuk mengubah air menjadi anggur, ” katanya lirih sambil menenggak gelas anggurnya yang ketiga. "T olong ubah saja hati dan pikiran kami, agar kami bisa kembali melanjutkan perjalanan bersama-sama. Bersabdalah saja, maka kami akan sembuh," suaranya semakin sayup-sayup. P erlahan-lahan ia terlelap. Berharap esok pagi, mukjizat itu nyata.