Skip to main content

Posts

Showing posts from November, 2020

Berbagi Teritori

Kapan terakhir kali kamu melakukan suatu hal untuk yang pertama kali? Randu akan dengan mudah menjawabnya. Beberapa minggu lalu, berkunjung ke rumah Akar. Saling berkunjung ke rumah orang terdekatmu mungkin adalah hal yang biasa bagi kebanyakan orang, tapi tidak bagi Akar dan Randu. Terbukti dari beberapa tahun terakhir, mereka baru sekali saling berkunjung.  Sejak awal, Randu sudah tahu bahwa Akar adalah orang yang sangat rapi. Akar menata isi tasnya dengan sangat apik. Semua barang-barangnya tertata rapi dan ia selalu berhasil menemukan dengan mudah barang-barang kecil yang ada di tasnya. Bertolak belakang dengan Randu yang sering kali merasa kehilangan barang, tapi kemudian menemukan barangnya yang hilang di tasnya sendiri berbulan-bulan kemudian.  Randu sudah bisa membayangkan bagaimana rapinya rumah Akar, tapi saat ia berkunjung hari itu, rumah Akar jauh lebih rapi dari yang Randu bayangkan. Ia membayangkan Akar yang tinggal sendiri kemudian membersihkan dan merapikan semuanya sen

Hash!

Selepas mandi tengah malam saya bercermin. Saya menuding wajah yang tidak henti-hentinya berjerawat, padahal sudah dirawat dan minum obat. Saya mempertanyakan gigi bungsu yang nyeri, padahal sudah rutin kontrol dan tidak ketinggalan sikat gigi pagi hari dan sebelum tidur. Tidak lupa saya menegur rambut, yang tetap berminyak dan berketombe meski sudah rajin keramas. Saya sempat sedikit terkejut saat beberapa helai rambut putih menyeringai pada saya. Tamu tak diundang, bisik saya kepada mereka. Saya berkali-kali bertanya pada hidung mengapa begitu sensitif. Dingin sedikit, bersin. Aroma menyengat sedikit, bersin. Debu sedikit, bersin. Bangun tidur, bersin. Mau tidur, bersin. Oh bersin, kenapa kamu menjadi seperti bayang-bayang saya. Ada saya, ada bersin. Hash! Sepertinya bersin tahu ia sedang jadi bahan pergunjingan, barusan saya bersin ketika sedang menuliskan ini. Heh, bulu kaki! Kamu tidak akan luput dari umpatan saya. Kenapa, kenapa harus tumbuh lebat? Tidak tahukah kamu bahwa tidak

Cerita dari Ragunan

Sejak 2018, saya mulai rutin mengunjungi Ragunan, hampir setiap Sabtu. Paling sering untuk lari atau sekedar jalan berkeliling. Teman terdekat saya yang adalah brand ambassador Ragunan selalu berhasil memberi tahu spot-spot menarik. Misalnya tempat harimau atau nilgai yang bisa 'diajak' lari, atau harimau agresif yang bisa memicu adrenalin, kemudian bajing tiga warna yang hampir tidak pernah terlihat, atau bangau tongtong yang seperti kakek-kakek. Ia tahu hewan mana saja yang bisa diajak berinteraksi. Yang paling tidak terlupakan adalah kami disembur lumpur oleh gajah. Rambut, baju, bahkan muka kena lumpur semua. "Kamu suka bikin gerakan mendadak, Ran. Hewannya kaget. Kalau nanti di hutan ketemu hewan, jangan bikin gerakan mendadak ya." Kami juga pernah melihat bayi Nilgai yang jalannya bahkan masih sempoyongan. Lucu sekali.   Tidak hanya hewan, ia juga punya spot-spot menarik untuk tanaman. Misalnya buah bintaro yang bisa dipakai untuk mengusir tikus, kemudian tempat

Cerita dari Kadidiri

Harmony Bay, Kadidiri 2019 Menyelam adalah salah satu hal yang ingin saya pelajari sejak lama dan akhirnya tercapai di Maret 2019. Ketika itu saya mengundurkan diri dari pekerjaan lama dan sengaja meliburkan diri selama satu bulan. Dari awal memang berniat untuk belajar menyelam dan  solo travelling selama satu bulan . Setelah mencari-cari destinasi, akhirnya ketemu Pulau Kadidiri. Pulau Kadidiri ada di Kepulauan Togean, Teluk Tomini, Sulawesi Tengah.  Untuk sampai di Kadidiri, ada beberapa pilihan, bisa dari Gorontalo atau Palu. Saya memilih dari Gorontalo karena untuk solo travelling sepertinya lebih mudah ditempuh. Dari Bandara Gorontalo, naik Grabcar sekitar satu jam untuk sampai Pelabuhan Gorontalo. Dari Pelabuhan Gorontalo, naik kapal ferry Tuna Tomini ke Wakai. Kapalnya hanya ada tiga kali seminggu dan berangkat dari Gorontalo sekitar jam lima sore. Untuk sampai Wakai, kira-kira perlu dua belas jam perjalanan. Tapi tenang, kapalnya sangat nyaman. Dengan tiket VIP seharga seratus

Menguning

Mendadak semua yang berada di sekitarnya menguning Seperti halaman-halaman buku yang usang Yang sudah lama tidak pernah tersentuh Kawan-kawannya ikut berubah menjadi kuning Mereka sedang ditayangkan dalam pikirannya Layaknya film tua nuansa sepia yang diputar di televisi hitam putih Ia melihat mereka berbincang, tertawa, bermain Bukankah memang demikian seharusnya hidup? Mengapa muda yang membara harus kehilangan kobarannya? Mengapa manusia menjadi tua dan kehilangan jiwanya? Persetan dengan waktu yang selalu bergerak maju Mengapa tak sekalipun ia mau sabar menunggu Tersungkur, babak belur, diseret waktu. Lebam di sekujur tubuh, digores waktu. Mengapa tidak seperti film kesukaannya Yang bisa ia putar kapan saja Berhenti di bagian-bagian terbaik  Dan berlama-lama disana. Bersimpuh di kaki waktu. Biarkan berhenti. Biarkan kembali.

Kisah 3 Tahun

Saya nggak sengaja nonton film pendek Kisah 3 Tahun di Youtube karena muncul di beranda. Kaget banget karena ternyata sangat relatable, yang pasti bukan di bagian tinggal barengnya. Di bagian sepuluh menit terakhir. Saya merasa sangat familiar dengan argumen-argumennya. Memang, nggak ada yang baru di atas bumi ini. Apapun yang terjadi sama diri kita, pasti ada orang lain di luar sana juga yang pernah atau sedang  ngerasain . Belajar! 

Berpulang

Jumat subuh, 17 Agustus 2018, eyang perempuan, ibu dari ibu saya meninggal dunia. Kepergiannya begitu mendadak karena beliau sebelumnya dalam keadaan sehat. Malam sebelumnya, eyang perempuan, eyang laki-laki, mamang, dan bibi saya baru sampai di Bali untuk menghadiri pernikahan sepupu kami. Untuk pertama kalinya para eyang ini naik pesawat dan menginap di hotel. Selepas sholat subuh, mamang sempat ke kamar eyang untuk berbincang sebentar, kemudian eyang perempuan minta diambilkan air hangat dan ingin tidur sebentar katanya. Tidak lama kemudian, eyang berpulang. Sangat singkat dan tanpa sakit sama sekali. Kepergiannya yang tiba-tiba tentu membuat seluruh keluarga terpukul.  Saya tahu baru beberapa hari setelahnya. Saat itu saya sedang mendaki Binaiya di Maluku sekitar satu minggu, tidak ada sinyal sama sekali. Saat mengaktifkan ponsel, tiba-tiba ada pesan masuk begitu banyak di grup keluarga. Saya langsung menelepon ibu, dan ia mengabarkan dengan tergugu, eyang sudah nggak ada dan sudah

Cerita dari Bromo

Bromo, 2020. Saya teringat wallpaper desktop dari Windows. Long weekend  ini saya dan keluarga jalan-jalan ke Bromo. Tujuan awalnya sebenarnya ingin ke Batu, tapi karena hampir semua penginapan yang kredibel sudah penuh di Batu dan ditambah penerbangan pulang di reschedule jadi satu hari lebih cepat, kami memutuskan untuk bermalam di Surabaya. Sangat singkat sebenarnya perjalanan kali ini, hanya dari Kamis sampai Sabtu. Kamis siang kami tiba di Surabaya dan langsung ke Batu, yaitu ke Museum Angkut. Tengah malamnya, kami dijemput untuk pergi ke Bromo. Sebelumnya saya tidak pernah benar-benar tertarik ke Bromo karena katanya tempat ini sangat ramai. Jam 12 malam kami di jemput menggunakan mobil Avanza, kemudian berganti dengan mobil  Jeep di daerah Pakis. Sekitar pukul tiga pagi, kami sampai di warung-warung sebelum Pananjakan. Begitu keluar dari Jeep, astaga, dinginnya luar biasa. Saya menyesal tidak membawa kupluk dan sarung tangan. Jaket yang saya pakai juga hanya yang single layer .