Skip to main content

Posts

Showing posts from September, 2020

Cerita dari Yogya

Berkali-kali ke Yogya dan ceritanya selalu berbeda. Di awal tahun ini, saya ke Yogyakarta untuk menghadiri pernikahan Siska dan Made. Siska, salah satu sahabat terdekat paling 'gila' yang saya punya sejak kuliah yang kemudian memutuskan untuk 'berpetualang' ke Melbourne mengambil Working Holiday Visa (WHV) . Siska dan Made 'berkali-kali' menikah, pertama adalah semacam catatan sipil di Melbourne, kemudian di Bali mengikuti adat istiadat Made, dan terakhir di Yogya untuk menikah secara Katolik. Menikah beda agama bukanlah pilihan yang mudah, sangat sedikit orang mau mengambil jalan ini, Siska dan Made adalah salah satu pasangan yang sedikit itu. Sabtu pagi, foto Siska yang diambil Made. Saya ragu dia udah mandi. Haha. Gereja Katolik menerima pernikahan beda agama, meskipun jadinya bukan sakramen, tapi pemberkatan. Dan persyaratannya pun tidak mudah, tetap harus mengikuti kursus persiapan pernikahan, penyelidikan kanonik pernikahan, dan kesediaan bahwa anaknya kel

Menghadirkan Kebaikan

Kebaikan tidak akan pernah terlupakan. Ia selalu bersisian dengan kehadiran. Ia tidak hanya memberi kehangatan, tapi juga harapan. Semakin dipikirkan, semakin saya sadar bahwa hidup saya dipenuhi dengan kebaikan dari orang lain.  Saya tidak akan pernah lupa hari dimana Ibu Guru Fisika ketika SMP meminta saya keluar di tengah-tengah pelajaran, kemudian menanyakan nomor sepatu saya yang sudah sangat compang-camping. Besoknya, saya diminta ke ruangannya untuk mengambil sepatu baru. Ketika SMA, saya harus naik angkutan umum tiga kali untuk sampai ke sekolah. Hal yang paling menyenangkan adalah kalau tidak sengaja bertemu dengan teman satu kelas yang mengendarai motor di Pekapuran dan ia menawarkan tumpangan ke sekolah. Hemat waktu dan hemat ongkos.  Saya masih ingat malam-malam di Pesona Khayangan, selepas mengajar les, saat itu hujan deras. Jalan dari rumah murid saya ke jalan utama untuk naik angkutan umum lumayan jauh. Setelah saya jalan beberapa saat, ada mobil yang menawarkan tumpanga

Cerita dari Raung

Pagi di Raung, selepas Pos 9 "Itu Gunung Raung, Bang," kata saya di atas pesawat saat kami ke Banyuwangi di tahun 2018. Puncak Raung dan kalderanya sangat jelas terlihat saat kami akan mulai mendarat di Bandara Banyuwangi. Ketika itu, Gunung Raung tidak masuk dalam destinasi kami. Siapa yang menyangka, ternyata ujung timur Pulau Jawa ini menyimpan banyak tempat-tempat indah, mulai dari pantai, padang savana, hingga gunungnya tidak cukup untuk dikunjungi dalam maktu 3 - 4 hari. Ijen, Baluran, Pantai Pulau Merah, Teluk Ijo dan Benculuk menjadi tujuan kami ketika itu. Dalam hati, saya berjanji akan kembali ke Banyuwangi untuk mendaki Raung. Februari 2020, akhirnya keinginan itu terwujud. Sampai tahun 2017, saya masih idealis bahwa mendaki gunung sebaiknya dilakukan dalam kelompok yang tidak terlalu besar dan bersama teman-teman terdekat. Seiring bertambahnya umur, saat teman-teman yang dulu mendaki bersama memiliki prioritas masing-masing, tidak lagi sempat mendaki, sulit meny

Semoga

Halo! Sampai hari ini, aku percaya kehadiranmu semata-mata adalah kebaikan Tuhan. Betapa aku ingin memeluk dan mengucapkan terima kasih. Aku akan selalu menjadi penggemar terbesarmu, yang tidak akan bosan memberimu banyak pertanyaan, mulai dari yang sepele sampai yang bikin kamu sakit kepala. Sapardi Joko Damono bilang, mencintai gunung harus menjadi terjal, mencintai cakrawala harus menebar jarak, sementara mencintaimu, harus menjelma aku. Aku sampaikan kepadamu, mencintaimu tidak harus menjelma aku, karena aku cuma salah satu dari sekian banyak, yang sadar atau tidak, mereka ada di sekelilingmu. Tindakanmu jauh lebih lantang dari kata-katamu. Bahasa tubuhmu lebih berbicara dari bahasa lisanmu. Kadang aku gagap membacanya, atau tidak cukup sabar mengejanya, kemudian memintamu membacakannya untukku.  Maafkan aku sering memberimu ujian kesabaran. Membawa serta bad baggage , lalu dengan semena-mena menimpakan semuanya kepadamu.  Kita tahu kalau kasih itu sabar, murah hati, dan tidak pema

Confuse(ius)

  You have two lives, the second one begins when you realise you only have one . -Confusius. Saya tahu quote ini dari salah satu video Pandji, sekitar seminggu yang lalu. Tiba-tiba ada bagian diri saya yang tersentak. Kita cuma hidup sekali, iya saya tahu ini dari dulu, tapi saya baru benar-benar sadar waktu nonton video ini.  Hidup cuma sekali. Takut dan khawatir ya wajar sekali, tapi kalau terus-terusan, mau sampai kapan? Kesadaran ini membantu saya untuk lebih santai. Nggak selalu harus berhasil, berhenti memaksakan, kalau salah ya diperbaiki, gagal ya dicoba lagi. Mengasihi diri sendiri, sambil belajar menghormati boundaries orang lain, terlebih orang-orang yang dikasihi.  Butuh dua puluh sembilan tahun untuk sampai pada kesadaran ini. Dalam mengambil keputusan, saya akan bertanya kembali, kalau misal nggak ada faktor takut salah dan takut gagal, apakah pilihan ini patut diperjuangkan? Jika jawabannya iya, maka saya akan memilih jalan itu.  Karena apa? Karena kesempatannya cuma se