Skip to main content

Posts

Showing posts from 2020

Pesan Kepada Akar

Akar, bukankah manusia selalu memiliki sisi gelap dan terang, lebih dan kurang, baik dan buruk? Seperti dua sisi mata uang yang tidak akan pernah terpisahkan. Saya gemas karena kamu begitu hafal dan fasih akan segala kekuranganmu, sementara soal kelebihan, kamu mendadak rabun. Mengapa kamu terlalu keras kepada dirimu sendiri?  Oh ya, Akar, karena kita sedang dalam suasana natal, bahkan natal pun mengandung sisi gelap dan terang bukan. Terang karena kelahiran Yesus, tapi ada sisi gelap dimana Herodes memerintahkan untuk membunuh bayi-bayi tidak berdosa bersamaan dengan kelahiran Yesus. Berkali-kali saya bilang, kamu memiliki hati yang begitu lembut. Jalanmu lurus. Niatmu tulus. Tidak hanya untuk keluarga, tapi juga untuk teman-teman terdekatmu. Sulit rasanya meyakinkanmu, bahwa kami yang mengenalmu, sungguh bersyukur akan kehadiranmu. Semoga kamu bisa merasakan rasa syukur kami, meski kami tidak pernah mengatakannya secara langsung. Akar, ukuran ideal untuk setiap orang saya rasa berbed

Jalan Buntu

Saya sudah mempersiapkan diri jauh-jauh hari untuk kemungkinan terburuk. Saya kira saya siap. Ternyata tidak. Sulit sekali ternyata. Mungkin kita memang tidak pernah benar-benar siap, sampai akhirnya kita ada di jalan buntu dan tidak ada pilihan lain selain menyeret-nyeret diri untuk menjadi siap. Berbekal pelajaran dari perjalanan sebelumnya, di perjalanan ini saya berjanji pada diri sendiri untuk tidak mengulangi kesalahan - kesalahan yang sama dan lebih disiplin pada apa yang saya anggap baik dan benar. Sejak awal, saya sudah menyampaikan apa yang saya harapkan dan memastikan bahwa kami punya prinsip yang sejalan. Saya berusaha menghindari kerumitan-kerumitan yang tidak perlu, sama sekali tidak tertarik untuk menyerempet bahaya, dan fokus pada hal-hal yang esensial. Ternyata membuahkan hasil. Perjalanan kali ini jauh lebih baik.  Tapi sayang, perjalanan yang baik dan menyenangkan ternyata bisa berakhir di jalan buntu juga. Ya, kami sekarang berada di jalan buntu. Perasaan saya masih

Berbagi Teritori

Kapan terakhir kali kamu melakukan suatu hal untuk yang pertama kali? Randu akan dengan mudah menjawabnya. Beberapa minggu lalu, berkunjung ke rumah Akar. Saling berkunjung ke rumah orang terdekatmu mungkin adalah hal yang biasa bagi kebanyakan orang, tapi tidak bagi Akar dan Randu. Terbukti dari beberapa tahun terakhir, mereka baru sekali saling berkunjung.  Sejak awal, Randu sudah tahu bahwa Akar adalah orang yang sangat rapi. Akar menata isi tasnya dengan sangat apik. Semua barang-barangnya tertata rapi dan ia selalu berhasil menemukan dengan mudah barang-barang kecil yang ada di tasnya. Bertolak belakang dengan Randu yang sering kali merasa kehilangan barang, tapi kemudian menemukan barangnya yang hilang di tasnya sendiri berbulan-bulan kemudian.  Randu sudah bisa membayangkan bagaimana rapinya rumah Akar, tapi saat ia berkunjung hari itu, rumah Akar jauh lebih rapi dari yang Randu bayangkan. Ia membayangkan Akar yang tinggal sendiri kemudian membersihkan dan merapikan semuanya sen

Hash!

Selepas mandi tengah malam saya bercermin. Saya menuding wajah yang tidak henti-hentinya berjerawat, padahal sudah dirawat dan minum obat. Saya mempertanyakan gigi bungsu yang nyeri, padahal sudah rutin kontrol dan tidak ketinggalan sikat gigi pagi hari dan sebelum tidur. Tidak lupa saya menegur rambut, yang tetap berminyak dan berketombe meski sudah rajin keramas. Saya sempat sedikit terkejut saat beberapa helai rambut putih menyeringai pada saya. Tamu tak diundang, bisik saya kepada mereka. Saya berkali-kali bertanya pada hidung mengapa begitu sensitif. Dingin sedikit, bersin. Aroma menyengat sedikit, bersin. Debu sedikit, bersin. Bangun tidur, bersin. Mau tidur, bersin. Oh bersin, kenapa kamu menjadi seperti bayang-bayang saya. Ada saya, ada bersin. Hash! Sepertinya bersin tahu ia sedang jadi bahan pergunjingan, barusan saya bersin ketika sedang menuliskan ini. Heh, bulu kaki! Kamu tidak akan luput dari umpatan saya. Kenapa, kenapa harus tumbuh lebat? Tidak tahukah kamu bahwa tidak

Cerita dari Ragunan

Sejak 2018, saya mulai rutin mengunjungi Ragunan, hampir setiap Sabtu. Paling sering untuk lari atau sekedar jalan berkeliling. Teman terdekat saya yang adalah brand ambassador Ragunan selalu berhasil memberi tahu spot-spot menarik. Misalnya tempat harimau atau nilgai yang bisa 'diajak' lari, atau harimau agresif yang bisa memicu adrenalin, kemudian bajing tiga warna yang hampir tidak pernah terlihat, atau bangau tongtong yang seperti kakek-kakek. Ia tahu hewan mana saja yang bisa diajak berinteraksi. Yang paling tidak terlupakan adalah kami disembur lumpur oleh gajah. Rambut, baju, bahkan muka kena lumpur semua. "Kamu suka bikin gerakan mendadak, Ran. Hewannya kaget. Kalau nanti di hutan ketemu hewan, jangan bikin gerakan mendadak ya." Kami juga pernah melihat bayi Nilgai yang jalannya bahkan masih sempoyongan. Lucu sekali.   Tidak hanya hewan, ia juga punya spot-spot menarik untuk tanaman. Misalnya buah bintaro yang bisa dipakai untuk mengusir tikus, kemudian tempat

Cerita dari Kadidiri

Harmony Bay, Kadidiri 2019 Menyelam adalah salah satu hal yang ingin saya pelajari sejak lama dan akhirnya tercapai di Maret 2019. Ketika itu saya mengundurkan diri dari pekerjaan lama dan sengaja meliburkan diri selama satu bulan. Dari awal memang berniat untuk belajar menyelam dan  solo travelling selama satu bulan . Setelah mencari-cari destinasi, akhirnya ketemu Pulau Kadidiri. Pulau Kadidiri ada di Kepulauan Togean, Teluk Tomini, Sulawesi Tengah.  Untuk sampai di Kadidiri, ada beberapa pilihan, bisa dari Gorontalo atau Palu. Saya memilih dari Gorontalo karena untuk solo travelling sepertinya lebih mudah ditempuh. Dari Bandara Gorontalo, naik Grabcar sekitar satu jam untuk sampai Pelabuhan Gorontalo. Dari Pelabuhan Gorontalo, naik kapal ferry Tuna Tomini ke Wakai. Kapalnya hanya ada tiga kali seminggu dan berangkat dari Gorontalo sekitar jam lima sore. Untuk sampai Wakai, kira-kira perlu dua belas jam perjalanan. Tapi tenang, kapalnya sangat nyaman. Dengan tiket VIP seharga seratus

Menguning

Mendadak semua yang berada di sekitarnya menguning Seperti halaman-halaman buku yang usang Yang sudah lama tidak pernah tersentuh Kawan-kawannya ikut berubah menjadi kuning Mereka sedang ditayangkan dalam pikirannya Layaknya film tua nuansa sepia yang diputar di televisi hitam putih Ia melihat mereka berbincang, tertawa, bermain Bukankah memang demikian seharusnya hidup? Mengapa muda yang membara harus kehilangan kobarannya? Mengapa manusia menjadi tua dan kehilangan jiwanya? Persetan dengan waktu yang selalu bergerak maju Mengapa tak sekalipun ia mau sabar menunggu Tersungkur, babak belur, diseret waktu. Lebam di sekujur tubuh, digores waktu. Mengapa tidak seperti film kesukaannya Yang bisa ia putar kapan saja Berhenti di bagian-bagian terbaik  Dan berlama-lama disana. Bersimpuh di kaki waktu. Biarkan berhenti. Biarkan kembali.

Kisah 3 Tahun

Saya nggak sengaja nonton film pendek Kisah 3 Tahun di Youtube karena muncul di beranda. Kaget banget karena ternyata sangat relatable, yang pasti bukan di bagian tinggal barengnya. Di bagian sepuluh menit terakhir. Saya merasa sangat familiar dengan argumen-argumennya. Memang, nggak ada yang baru di atas bumi ini. Apapun yang terjadi sama diri kita, pasti ada orang lain di luar sana juga yang pernah atau sedang  ngerasain . Belajar! 

Berpulang

Jumat subuh, 17 Agustus 2018, eyang perempuan, ibu dari ibu saya meninggal dunia. Kepergiannya begitu mendadak karena beliau sebelumnya dalam keadaan sehat. Malam sebelumnya, eyang perempuan, eyang laki-laki, mamang, dan bibi saya baru sampai di Bali untuk menghadiri pernikahan sepupu kami. Untuk pertama kalinya para eyang ini naik pesawat dan menginap di hotel. Selepas sholat subuh, mamang sempat ke kamar eyang untuk berbincang sebentar, kemudian eyang perempuan minta diambilkan air hangat dan ingin tidur sebentar katanya. Tidak lama kemudian, eyang berpulang. Sangat singkat dan tanpa sakit sama sekali. Kepergiannya yang tiba-tiba tentu membuat seluruh keluarga terpukul.  Saya tahu baru beberapa hari setelahnya. Saat itu saya sedang mendaki Binaiya di Maluku sekitar satu minggu, tidak ada sinyal sama sekali. Saat mengaktifkan ponsel, tiba-tiba ada pesan masuk begitu banyak di grup keluarga. Saya langsung menelepon ibu, dan ia mengabarkan dengan tergugu, eyang sudah nggak ada dan sudah

Cerita dari Bromo

Bromo, 2020. Saya teringat wallpaper desktop dari Windows. Long weekend  ini saya dan keluarga jalan-jalan ke Bromo. Tujuan awalnya sebenarnya ingin ke Batu, tapi karena hampir semua penginapan yang kredibel sudah penuh di Batu dan ditambah penerbangan pulang di reschedule jadi satu hari lebih cepat, kami memutuskan untuk bermalam di Surabaya. Sangat singkat sebenarnya perjalanan kali ini, hanya dari Kamis sampai Sabtu. Kamis siang kami tiba di Surabaya dan langsung ke Batu, yaitu ke Museum Angkut. Tengah malamnya, kami dijemput untuk pergi ke Bromo. Sebelumnya saya tidak pernah benar-benar tertarik ke Bromo karena katanya tempat ini sangat ramai. Jam 12 malam kami di jemput menggunakan mobil Avanza, kemudian berganti dengan mobil  Jeep di daerah Pakis. Sekitar pukul tiga pagi, kami sampai di warung-warung sebelum Pananjakan. Begitu keluar dari Jeep, astaga, dinginnya luar biasa. Saya menyesal tidak membawa kupluk dan sarung tangan. Jaket yang saya pakai juga hanya yang single layer .

Perjalanan Pukul Enam

Belum pernah Randu seresah ini menanti akhir tahun. Setelah sekian lama merenung-renungkan, akhirnya Randu tahu tujuan akhir perjalanannya dan bagaimana ia ingin menghabiskan seluruh waktunya untuk sampai pada tujuan itu. Akar, ya, Akar. Ia harus memberi tahu Akar, teman setia perjalanannya selama ini. Akarnya yang penyabar, yang lembut hati walau sesekali keras kepala.  Tidak ada yang salah dengan perjalanan Akar dan Randu selama beberapa tahun terakhir. Jalan yang mereka lalui bukan taman yang penuh dengan bunga warna-warni, bukan juga jalan setapak yang kanan kirinya jurang dengan pemandangan yang sangat menakjubkan. Jalan yang mereka lalui adalah jalan setapak di hutan yang rimbun dan teduh. Jika matahari terbit dan tenggelam adalah waktu terbaik bagi kebanyakan pejalan, bagi Akar dan Randu, saat terbaik adalah selepas matahari terbit. Saat matahari sudah keluar, tetapi belum benar-benar sampai di atas kepala. Kalau diibaratkan, perjalanan mereka seperti cuaca pukul enam pagi. Heni

I am a Killer

I am a Killer adalah serial Netflix yang minggu ini sedang saya tonton. Serial ini terdiri dari dua Season dan mengisahkan tentang orang-orang yang dijatuhi hukuman mati di Amerika Serikat. Setiap episode menceritakan pelaku yang berbeda. Tidak hanya pelaku yang akan diwawancarai dan menceritakan kronologinya, tetapi ada juga detektif, pengacara, dan hakim yang ketika itu menangani kasusnya, bahkan ada juga keluarga atau sahabat korban yang ikut diwawancarai. Hampir semua kasusnya adalah pembunuhan berencana. Kalau hanya melihat headline berita pembunuhan berencana yang dilakukan dengan sangat brutal, yang pertama kali terbayang di pikiran saya adalah, " Kok tega ya." Setelah melihat serial ini, ada beberapa sisi lain yang akhirnya saya tahu. Pembunuhan tentu saja sisi yang hitam dan tidak pernah bisa dibenarkan, tapi kisahnya bisa dilihat dari berbagai sisi. Untuk satu kasus, setiap yang diwawancara memberikan kisahnya masing-masing, ada yang beririsan, dan ada yang sunggu

Souvenir

Pertengahan minggu ini, seorang sahabat meminta saya untuk menuliskan semacam rangkuman kisahnya untuk dituliskan di souvenir pernikahannya nanti. Aduh, tentu saja dengan penuh sukacita saya akan mempersiapkan, meskipun kalau nanti akhirnya nggak kepake . Kisahnya memang tidak selinear yang saya sampaikan berikut, tapi sungguh saya belajar dari pasangan ini bahwa yang tulus, tanpa pamrih, dan diperjuangkan, dalam kisah ini akhirnya menjadi 'saling'.

Cerita dari Pulau Sepa

Instagram @jakartainformasi Pulau Sepa adalah salah satu pulau di Kepulauan Seribu yang ukurannya tidak terlalu besar dan hanya ada satu penginapan. Saya lupa persisnya, entah akhir Oktober atau November 2019, kami berempat, Saya, Will, Brian, dan Lina mengunjungi pulau ini. Karena hanya ada satu penginapan dan peminatnya lumayan banyak, pemesanan harus dilakukan jauh-jauh hari sebelumnya. Ketika itu, kami memesan dua minggu sebelumnya, dan hanya tersisa dua kamar terakhir dengan lokasi yang tidak terlalu strategis. Kalau lihat dari gambar di atas, kamar kami di dekat dermaga yang sebelah kiri. Paket dua hari satu malam seharga 1.5 juta per orang sudah termasuk antar jemput speedboat dari Dermaga Marina Ancol, makan empat kali, dua kali snack , dan gratis canoe satu jam. Kapal berangkat dari Ancol Sabtu jam 8 pagi, perjalanan untuk sampai Pulau Sepa kira-kira satu jam. Hari Minggunya, kami akan kembali diantar jam 2 siang.  Yang paling menyenangkan dari pulau ini adalah pasir putih da

Jeda

Setelah hari-hari yang panjang dan begitu hiruk-pikuk Malam tenang menjadi sebuah kemewahan Memberi jeda bagi pikiran untuk berimajinasi liar Sebebas anak-anak yang selalu penuh dengan keberanian Tiba-tiba, aku teringat pada beberapa helai rambut putih Yang tidak sempat direnungkan tadi pagi Aku ingin menghabiskan sisa malam di ketiakmu malam ini Yang hangat seperti rahim ibu Kemudian perlahan terlelap seperti bayi yang puas menyusu

Cerita dari Yogya

Berkali-kali ke Yogya dan ceritanya selalu berbeda. Di awal tahun ini, saya ke Yogyakarta untuk menghadiri pernikahan Siska dan Made. Siska, salah satu sahabat terdekat paling 'gila' yang saya punya sejak kuliah yang kemudian memutuskan untuk 'berpetualang' ke Melbourne mengambil Working Holiday Visa (WHV) . Siska dan Made 'berkali-kali' menikah, pertama adalah semacam catatan sipil di Melbourne, kemudian di Bali mengikuti adat istiadat Made, dan terakhir di Yogya untuk menikah secara Katolik. Menikah beda agama bukanlah pilihan yang mudah, sangat sedikit orang mau mengambil jalan ini, Siska dan Made adalah salah satu pasangan yang sedikit itu. Sabtu pagi, foto Siska yang diambil Made. Saya ragu dia udah mandi. Haha. Gereja Katolik menerima pernikahan beda agama, meskipun jadinya bukan sakramen, tapi pemberkatan. Dan persyaratannya pun tidak mudah, tetap harus mengikuti kursus persiapan pernikahan, penyelidikan kanonik pernikahan, dan kesediaan bahwa anaknya kel

Menghadirkan Kebaikan

Kebaikan tidak akan pernah terlupakan. Ia selalu bersisian dengan kehadiran. Ia tidak hanya memberi kehangatan, tapi juga harapan. Semakin dipikirkan, semakin saya sadar bahwa hidup saya dipenuhi dengan kebaikan dari orang lain.  Saya tidak akan pernah lupa hari dimana Ibu Guru Fisika ketika SMP meminta saya keluar di tengah-tengah pelajaran, kemudian menanyakan nomor sepatu saya yang sudah sangat compang-camping. Besoknya, saya diminta ke ruangannya untuk mengambil sepatu baru. Ketika SMA, saya harus naik angkutan umum tiga kali untuk sampai ke sekolah. Hal yang paling menyenangkan adalah kalau tidak sengaja bertemu dengan teman satu kelas yang mengendarai motor di Pekapuran dan ia menawarkan tumpangan ke sekolah. Hemat waktu dan hemat ongkos.  Saya masih ingat malam-malam di Pesona Khayangan, selepas mengajar les, saat itu hujan deras. Jalan dari rumah murid saya ke jalan utama untuk naik angkutan umum lumayan jauh. Setelah saya jalan beberapa saat, ada mobil yang menawarkan tumpanga

Cerita dari Raung

Pagi di Raung, selepas Pos 9 "Itu Gunung Raung, Bang," kata saya di atas pesawat saat kami ke Banyuwangi di tahun 2018. Puncak Raung dan kalderanya sangat jelas terlihat saat kami akan mulai mendarat di Bandara Banyuwangi. Ketika itu, Gunung Raung tidak masuk dalam destinasi kami. Siapa yang menyangka, ternyata ujung timur Pulau Jawa ini menyimpan banyak tempat-tempat indah, mulai dari pantai, padang savana, hingga gunungnya tidak cukup untuk dikunjungi dalam maktu 3 - 4 hari. Ijen, Baluran, Pantai Pulau Merah, Teluk Ijo dan Benculuk menjadi tujuan kami ketika itu. Dalam hati, saya berjanji akan kembali ke Banyuwangi untuk mendaki Raung. Februari 2020, akhirnya keinginan itu terwujud. Sampai tahun 2017, saya masih idealis bahwa mendaki gunung sebaiknya dilakukan dalam kelompok yang tidak terlalu besar dan bersama teman-teman terdekat. Seiring bertambahnya umur, saat teman-teman yang dulu mendaki bersama memiliki prioritas masing-masing, tidak lagi sempat mendaki, sulit meny

Semoga

Halo! Sampai hari ini, aku percaya kehadiranmu semata-mata adalah kebaikan Tuhan. Betapa aku ingin memeluk dan mengucapkan terima kasih. Aku akan selalu menjadi penggemar terbesarmu, yang tidak akan bosan memberimu banyak pertanyaan, mulai dari yang sepele sampai yang bikin kamu sakit kepala. Sapardi Joko Damono bilang, mencintai gunung harus menjadi terjal, mencintai cakrawala harus menebar jarak, sementara mencintaimu, harus menjelma aku. Aku sampaikan kepadamu, mencintaimu tidak harus menjelma aku, karena aku cuma salah satu dari sekian banyak, yang sadar atau tidak, mereka ada di sekelilingmu. Tindakanmu jauh lebih lantang dari kata-katamu. Bahasa tubuhmu lebih berbicara dari bahasa lisanmu. Kadang aku gagap membacanya, atau tidak cukup sabar mengejanya, kemudian memintamu membacakannya untukku.  Maafkan aku sering memberimu ujian kesabaran. Membawa serta bad baggage , lalu dengan semena-mena menimpakan semuanya kepadamu.  Kita tahu kalau kasih itu sabar, murah hati, dan tidak pema

Confuse(ius)

  You have two lives, the second one begins when you realise you only have one . -Confusius. Saya tahu quote ini dari salah satu video Pandji, sekitar seminggu yang lalu. Tiba-tiba ada bagian diri saya yang tersentak. Kita cuma hidup sekali, iya saya tahu ini dari dulu, tapi saya baru benar-benar sadar waktu nonton video ini.  Hidup cuma sekali. Takut dan khawatir ya wajar sekali, tapi kalau terus-terusan, mau sampai kapan? Kesadaran ini membantu saya untuk lebih santai. Nggak selalu harus berhasil, berhenti memaksakan, kalau salah ya diperbaiki, gagal ya dicoba lagi. Mengasihi diri sendiri, sambil belajar menghormati boundaries orang lain, terlebih orang-orang yang dikasihi.  Butuh dua puluh sembilan tahun untuk sampai pada kesadaran ini. Dalam mengambil keputusan, saya akan bertanya kembali, kalau misal nggak ada faktor takut salah dan takut gagal, apakah pilihan ini patut diperjuangkan? Jika jawabannya iya, maka saya akan memilih jalan itu.  Karena apa? Karena kesempatannya cuma se

Ketapang Kencana

Satu tahun yang lalu, saya ditemani Will membeli beberapa tanaman untuk di pekarangan belakang. Ada kamboja bali, kamboja jepang, beringin laut, jambu kristal, rombusa, dan bonsai shuiyanto. Tanaman ini datang dalam keadaan yang sangat sehat dan segar.  Kamboja bali jadi pohon berbunga favorit karena menurut saya tanaman ini sangat cantik. Selama beberapa bulan dia rutin berbunga. Kalau sedang berbunga, wanginya bisa sampai ke dalam rumah. Dia mulai berhenti berbunga saat mulai ada serangan kutu putih. Tidak lama kemudian, jambu kristalnya juga diserang kutu putih. Cari-cari di internet dan tanya ke tukang tanaman, katanya bisa dihilangkan dengan dilap pakai air detergent. Cara ini berhasil, tapi hanya untuk beberapa hari saja karena setelah itu mereka muncul lagi. Akhirnya jambu kristalnya benar-benar mati, sementara kamboja balinya belum berbunga lagi sampai sekarang. Yang masih bertahan dalam keadaan segar tinggal bonsai shuiyanto, rombusa, dan kamboja jepang.  Kalau di halaman depa

Gili dan Pandemi

Awal 2017 saya pernah berkunjung ke Gili Meno dan Gili Trawangan. Gili Trawangan memiliki matahari terbit dan tenggelam yang sangat cantik, tapi sangat hingar-bingar dengan pesta sampai pagi. Sementara Gili Meno sebaliknya, sangat sepi dan terkesan lebih eksklusif.  Agustus 2020 ini, saya memutuskan untuk kembali ke Gili bersama kakak pertama, tapi kali ini Gili Air dan Gili Trawangan. Dua malam di Gili Air, satu malam di Gili Trawangan, dan satu malam di Pantai Senggigi. Perjalanan di tengah pandemi terasa sangat berbeda, yang pertama tentu saja kekhawatiran terpapar corona, berikutnya adalah destinasinya jadi luar biasa berbeda.  Begitu sampai di Bangsal, kami diberitahukan kalau selama pandemi ini tidak ada lagi jadwal kapal yang pasti. Menunggu kapal penuh (kapasitas 50%, 22 orang), baru jalan. Saya teringat angkutan umum 69 di dekat rumah, yang menunggu penuh baru jalan. Saat melihat ada penumpang lain yang datang, senangnya luar biasa. Penumpang terakhir seperti sang Pahlawan yan