Skip to main content

Kais



Kais namanya. Dia berumur empat tahun. Perawakannya kurus, putih, dan tinggi. Gigi susunya sudah hampir tanggal semua. Kalau tertawa, yang terlihat tinggal gigi susunya yang di bagian depan dan sudah grepes. Sejak pertama melihat, saya tahu bahwa saya akan "nyambung" dengan anak ini.

Kais adalah cucu Mimi, pemilik kediaman tempat saya live-in Magis. Saya akan menceritakan pengalaman lengkap live-in Magis di sesi yang terpisah. Awalnya Kais malu-malu, tapi setelah tiga hari saya live-in, Kais rasanya adalah anggota keluarga Mimi yang paling dekat dengan saya. Kais menggunakan campuran bahasa Indonesia dan Indramayu. Kadang, ibunya membantu menerjemahkan ke bahasa Indonesia kalau Kais sedang berbincang dengan saya dan muka saya terlihat bingung.

Pada suatu sore, karena saya tidak ada kerjaan, akhirnya saya mengajari Kais lagu Naik-Naik ke Puncak Gunung dan Burung Kakaktua. Anak-anak memang pembelajar yang sangat cepat, tidak sampai satu jam, dia sudah hafal liriknya. Di kesempatan lain, saya juga story telling ke Kais tentang penggembala yang suka berbohong. Antusiasmenya mendengarkan memberikan rasa hangat.

"Mba, kita main mobil-mobilan yuk," katanya mengeluarkan dua mobil-mobilan. Kami bermain dengan saling mengeluarkan efek suara tabrakan. Di momen ini, saya sadar bahwa saya sungguh ikut bermain, tidak hanya menemani bermain. Saat saya berbincang dengan orang-orang terdekat, saya sering refleks memberikan efek suara yang tidak perlu seperti saat saya bermain dengan Kais. Saya baru sadar, efek suara demikian wajar untuk anak-anak tapi tidak untuk orang dewasa.

"Mbaa, ayo belajar nyanyi lagi!", "Mba, nanti malem cerita lagi yaa?", "Mba, ayoo bangun, kita main lagi!" Kais merengek sementara saya sudah mengantuk.

"Kais, aku besok siang pulang yaa," kataku kepadanya di malam terakhir aku menginap.

"Mba jangan lama-lama ya pulangnya. Cepet-cepet balik lagi," katanya polos. Tiba-tiba ada perasaan hangat menyelimuti.

Anak-anak selalu jujur, tidak takut kelihatan lemah dan rapuh. Juga tidak malu untuk mengatakan dia membutuhkan kehadiran orang lain. Akhirnya saya sadar, perasaan dibutuhkan juga adalah sebuah kebutuhan.

Terimakasih Kais.

Comments