Skip to main content

Cerita dari Bulan Desember

Haloo, rasanya lama sekali saya tidak menulis. Desember tahun ini jauh berbeda dari biasanya, diwarnai dengan saya bolak-balik ke rumah sakit. 


Jumat malam selalu jadi yang paling ditunggu-tunggu, pertanda akhir pekan tiba. Tapi hari itu, setelah makan, tiba-tiba perut saya sakit luar biasa. 


Awalnya saya biarkan, sempat ketiduran, tapi sakitnya semakin parah, dan yang awalnya terasa di seluruh perut, lama-kelamaan terpusat di perut kanan bawah. Karena tidak tertahan, akhirnya ke IGD Rumah Sakit Ari Canti di Ubud diantar Cen. Untungnya rumah sakit ini tidak terlalu jauh dari kosan. Saat jalan, saya harus terbungkuk-bungkuk dan pelan-pelan karena sakit sekali. 


Dokter IGD memeriksa dan mengatakan bahwa dari gejalanya mengarah ke usus buntu, tapi harus ada pemeriksaan lebih lanjut besok pagi oleh dokter bedah untuk memastikan. Malam itu, saya diberikan obat dan disarankan rawat inap. Pelayanan rumah sakit ini luar biasa, saya diperiksa dulu tanpa harus menunggu proses administrasi selesai. Sementara saya diperiksa, Cen yang mengurus proses asuransi. Jadi saya tidak perlu merasa kesakitan lebih lama lagi. 


Paginya, dikonfirmasi oleh dokter bedah bahwa usus buntu saya mengalami peradangan dan disarankan untuk operasi sebelum lebih parah lagi. Sebelumnya, saya tidak terlalu khawatir sampai akhirnya masuk ke ruang operasi. Begitu masuk ruang operasi, dibius melalui suntik di tulang belakang, dan dokter bedah masuk ke ruangan, disitu saya merasa gugup. Berbagai macam adegan di serial Grey’s Anatomy dan Good Doctor terbayang-bayang di kepala saya.


Rencana awalnya adalah bius sebagian, jadi saya masih sadar selama proses operasi. Tapi beberapa menit operasi berjalan, saya disuntikkan obat tidur karena usus buntunya tidak lagi pada tempatnya dan kalau saya tidak tidur, saya akan merasa mual selama operasi. Entahlah, saya tidak terlalu mengerti penjelasan dokter. “Saya suntikkan obat tidur, jangan dilawan ya,” begitu kata dokter anestesi. Tidak lama kemudian, saya kehilangan kesadaran.


Beberapa jam kemudian, samar-samar kesadaran saya kembali tapi sama sekali tidak ada kekuatan untuk membuka mata. Yang saya rasakan dengan sangat kuat adalah saya mau melihat Ibu dan Cen, walaupun saya tahu Ibu tidak mungkin ada di sana. Tidak berapa lama, saya bisa pelan-pelan membuka mata, dan Cen ada di sana memegang tangan saya. Saya meracau tidak jelas, sambil sayup-sayup penuh usaha membuka mata. “Sudah Ran, operasinya lancar. Usus buntunya berhasil diambil, kamu baik-baik aja,” kata Cen sambil membelai kepala saya. Setelah itu, saya dibawa kembali ke kamar perawatan.


Saat sudah kuat, kami langsung video call dengan orang di rumah. Ibu sempat menangis sebentar, lalu melihat saya sadar dan bugar, suasana jadi lebih riang. Jam sembilan malam, kentut yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Saya langsung bilang Cen agar dipesankan makan malam, karena lapar luar biasa setelah hampir 24 jam tidak makan apa-apa. Ternyata kentut adalah indikator penting bahwa sistem pencernaan sudah kembali normal. Barulah setelah kentut, pasien setelah operasi diperbolehkan untuk makan.


Yang menyenangkan dari rumah sakit ini juga makanannya enak-enak dan saya diperbolehkan untuk memilih menu makanan yang saya mau. Jadi semacam all you can eat bahkan. Besoknya, kakak pertama saya datang dari Depok untuk menemani, bergantian dengan Cen yang harus kerja. Dua hari kemudian, saya diperbolehkan untuk pulang.


Justru untuk saya, bagian tersulitnya adalah setelah pulang. Bekas operasinya masih sakit sekali, saya tidak bisa bergerak bebas, tidur tidak nyenyak, bahkan kalau bersin saja sakit. Saya wajib kontrol beberapa kali lagi setelahnya untuk memastikan tidak ada keluhan dan penyembuhannya baik. Syukurlah semuanya lancar. 


Saat baru mulai bisa beraktifitas normal, dua minggu setelahnya, saya kembali ke IGD karena kuku kaki jempol kiri saya copot kesandung kaki kanan. Absurd sekali memang, tapi demikianlah adanya. Lagi-lagi, pergerakan saya jadi sangat terbatas. Beberapa kali harus bolak-balik klinik untuk ganti perban dan memastikan tidak ada infeksi. Baru terasa, ternyata jempol kaki memiliki peranan yang sangat penting. 


Syukurlah, sekarang saya sudah sehat dan bisa kembali beraktifitas normal. Terima kasih tak terhingga untuk Cen dan Kak Nina yang sudah menemani dan merawat saya, juga sabar luar biasa dengan saya yang cranky dan nggak sabaran selama sakit.

Comments