Skip to main content

Kelahiran Sigi

Memiliki anak bagi saya adalah pengalaman yang merubah hidup dan tentu saja tanggung jawab seumur hidup. Perlu diskusi panjang dengan Cen sebelum menikah tentang tujuan punya anak, pengasuhan, pendidikan, dll.

Sabtu, tanggal 4 November 2023, pukul setengah sebelas malam, anak perempuan saya dan Cen lahir. Kami menamainya Sigi. Proses persalinannya seperti di sinetron. Selepas maghrib perut saya sakit luar biasa, lalu kami segera bergegas ke rumah sakit. Sepanjang jalan, hujan turun sangat deras, saya rebah di kursi penumpang mengerang kesakitan karena sudah tidak kuat dengan kontraksi yang makin sering. Tiga puluh menit di perjalanan rasanya seperti tiga jam.

Akhirnya kami tiba di rumah sakit dan langsung ke IGD, Dokter Pur, dokter kandungan yang biasa saya kontrol rutin, kebetulan malam itu sedang praktek di Poli Kandungan, turun dan memeriksa. Rupanya sudah pembukaan enam, dan ketuban sudah pecah. Kontraksi semakin sering, saya kira saya memiliki ambang batas sakit yang tinggi, tapi ternyata saya tidak tahan dengan sakit kontraksi melahirkan. Cen, dokter, bidan, dan perawat, bilang jangan mengejan. Dalam hati saya bingung bagaimana caranya tidak mengejan, karena refleks badan saya akan mengejan saat kontraksi tiba. Mungkin saya juga yang kurang ilmunya. Singkat cerita, kami akhirnya memutuskan untuk c-section. Saat obat bius disuntikkan, rasanya lega sekali, rasa sakit seperti diangkat dari tubuh. Kalau saya mengingat lagi sekarang, proses melahirkan ternyata sangat messy, mungkin itu kenapa gentle birth lumayan populer ‘dijual’.

Puji Tuhan proses operasi berjalan lancar. Sigi lahir jam 22.32. Saat Sigi diangkat oleh dokter untuk diperlihatkan pertama kalinya kepada saya, kepala Sigi lonjong karena saya mengejan saat pembukaan belum penuh. Saya langsung merasa bersalah, rupanya ini perasaan bersalah saya yang pertama setelah menjadi ibu. “Tenang, ini nanti akan kembali normal kok kepalanya dalam beberapa hari ke depan,” Dokter Pur menenangkan. Syukurlah, sekarang kepala Sigi sudah normal bentuknya. 

Kami di rumah sakit selama tiga malam, dan langsung rawat gabung keesokan paginya. Saya baru menangis tersedu-sedu ketika suster mengantar Sigi ke kamar. Rasanya masih sureal akhirnya kami memiliki anak. Bayi mungil, manusia baru, sungguh lahir dan hadir di hadapan kami. Ada perasaan bahagia yang tidak pernah saya rasakan sebelumnya, juga perasaan takut dan khawatir yang sama asingnya.



Sigi menangis dengan sangat lantang, baik tangisan pertama saat di ruang operasi, maupun tangisan-tangisan selanjutnya yang membuat malam-malam di dua minggu pertama kelahiran menjadi begitu mencemaskan bagi saya. Malam pertama rawat gabung, rasanya seperti main tebak-tebakan dengan tangisan Sigi. Menangis karena lapar, popok basah, ingin digendong, perlu disendawakan, semua kami coba. Ada saat dimana Sigi tidak berhenti menangis padahal kami sudah mencoba segala cara, menyerah akhirnya kami memanggil suster. Suster datang dan merapatkan bedongnya, seketika tangisannya berhenti. Saya dan Cen hanya bisa bertatap-tatapan sambil menarik napas lega. 

Setelah tiga malam di rumah sakit, saya dan Sigi kondisinya baik, kami diizinkan untuk pulang. Sabtu lalu, kami pergi berdua, sekarang kami kembali dengan bayi yang sama clueless-nya dengan orang tuanya.

Comments