Skip to main content

Saat Untung dan Malang, Saat Sehat dan Sakit

"Ka, ada undangan," begitu kata ade saya waktu saya sampe di rumah. Saya berharap itu undangan ulang tahun, harapan yang nggak mungkin. Haha. Umur dua puluh tiga udah nggak jaman dapet undangan ulang tahun.

Saya punya "geng" yang isinya empat orang dari jaman SMP. Satu udah nikah, satu lagi segera di akhir tahun ini. Satu lagi, entah kenapa, saya yakin, juga akan lebih cepet dari saya. Ah, saya salut untuk keberanian mereka.

Saya bisa dengan yakin nulis target tempat yang mau saya kunjungin, pencapaian apa aja yang mau saya dapetin, mau belajar hal baru apa, baca buku berapa banyak, dan semacamnya untuk beberapa tahun ke depan. Tapi anehnya, di tulisan itu, setelah saya baca ulang, nggak ada target punya rumah di umur berapa, mau punya kendaraan apa, investasi apa, pokoknya nggak ada ciri-ciri kemapanan pada umumnya, termasuk target berkeluarga.

Ada beberapa temen yang tanya, "emang target lo umur berapa?" Saya bengong, ngawang-ngawang, nggak punya jawaban. Rasanya pengen bilang, "next question, please!" Kalo kata Ayu Utami di bukunya yang Pengakuan Parasit Lajang, menikah itu perlu, bagi mereka yang membutuhkan. Nah, saya belum butuh saat ini, saya belum tahu kapan saya akan butuh, dan saya belum merencanakan kapan saya akan membutuhkan.


Sebelum saya ke tahap yang "itu", saya merasa saya harus selesai sama mimpi-mimpi pribadi dulu. Kasarnya, saya mau puas-puasin hidup untuk diri sendiri dan keluarga saya sendiri dulu. Keleluasaan untuk berteman, belajar dan mencoba banyak hal baru, jalan-jalan, dan kasih sesuka hati buat keluarga sendiri, ini yang harus saya reguk sampe saya merasa "selesai".

Mungkin saya juga akan tanya ke calon teman hidup itu, sudahkah dia selesai dengan mimpi-mimpinya sendiri? Sudahkah dia kasih yang terbaik untuk keluarganya sebelum kita punya keluarga baru sendiri? Sebelum akhirnya kita punya mimpi-mimpi yang sama untuk dicapai, alangkah baiknya kalau mimpi - mimpi pribadi kita udah tercapai. Karena mimpi-mimpi individu kita belum tentu sama, belum tentu beririsan, bisa jadi saling bertolak belakang.

Kalau belum tercapai, take your time. Saya akan tunggu di sini selama yang saya bisa.

Harus bisa hidup dan setia untuk satu orang di seluruh sisa usia kita (yang kemungkinan bisa puluhan tahun), di untung dan malang, saat sehat dan sakit. Siapa yang bilang ini lebih gampang daripada bikin target pencapaian yang lain? Saya juga masih takut membayangkan akan ada orang yang sangat menggantungkan hidupnya sama saya dan saya harus bertanggung jawab penuh untuk kehidupan dia selama saya hidup. 

Saya nggak mau, suatu hari nanti, si anak akan bertanya, meskipun cuma dalam hatinya, "Kenapa sih saya mesti dilahirin, padahal saya nggak pernah minta." atau "Kok bisa-bisanya ibu saya pilih bapak yang kayak gini? Nggak ada pilihan lain kah dulu?"

Lebih baik jalan sendiri daripada jalan sama temen jalan yang nggak bikin nyaman. Begitu juga hidup. Lebih baik "hidup sendiri" daripada menghabiskan hidup sama temen hidup yang nggak bener-bener saya ingin dan yakin saya bisa bahagia dan setia sama dia saat untung dan malang, saat sehat dan sakit.

Comments