Skip to main content

Just Keep Swimming

http://www.gradpsychblog.org/wp-content/uploads/Just-Keep-Swimming.jpg

Sepanjang hari, lantunan Just Keep Swimming dari Finding Dory menempel di kepala saya. Mengalun di tempurung sampai beberapa kali akhirnya tergumam juga.

Akhirnya, akan kembali berenang setelah sekian lama. Sebagai newbie, saya masih jauh dari jago. Pergerakan saya sangat lambat. Tapi, yaa, just keep swimming..

Percobaan pertama, saya gagal mencapai ujung. Percobaan kedua, masih belum berhasil meskipun sudah lebih jauh dari sebelumnya. Terus mencoba, keukeuh bahwa saya harus bisa sampai ujung. Setelah beberapa kali percobaan, akhirnya saya dapat apa yang saya mau meskipun sambil terengah-engah. Ada kepuasan tersendiri ketika akhirnya saya bisa memperoleh apa yang saya inginkan.

Setelah sampai, apalagi? Pikiran menuntut sesuatu yang lebih.

Saya coba bereksplorasi. Bergerak dengan lebih santai sambil menikmati gelombang yang terpantul di dasar kolam. Dia bergerak dengan teratur, sesekali bersinggungan dengan gelombang lainnya, membentuk gelombang yang lebih besar. Para gelombang ini mengingatkan saya pada pelajaran fisika di SMA tentang transversal dan longitudinal.  

Setelah itu, saya mencoba bergerak ke ujung hanya dengan bantuan tangan. Sungguh menyadari bagaimana tangan memberi gaya kepada air, kemudian air membalasnya dengan mendorong saya ke depan. Saya lakukan dengan sangat santai. Agak lama, tapi tetap sampai ujung. Tidak ada napas yang terengah-engah kali ini.

Setelah puas dengan hanya gerakan tangan, kali ini saya mencoba hanya dengan bantuan kaki. Saya menggerakkan kaki beberapa kali dengan santai sampai napas saya habis, kemudian dengan bantuan tangan, saya mengangkat badan dan mengambil udara.

Saya terus bolak-balik dengan santai. Memberi waktu pada tubuh untuk beristirahat jika lelah. Menikmati dan menyadari ritme tubuh yang berpadu di air bisa jadi sangat menyenangkan.

Diantara meenikmati pergerakan itu, tiba-tiba saya teringat tentang sebuah bacaan tadi pagi di Quora. Ada pertanyaan yang bunyinya, "Jika hanya ada satu hal yang bisa kamu ajarkan kepada anakmu, apa itu?" Perempuan itu menjawab, "Saya akan mengajarkan anak itu untuk mencintai dirinya sendiri. Bukan untuk menjadi egois, tetapi untuk sungguh menerima dirinya sendiri. Tidak takut untuk sendiri dan menjadi bahagia."

Gerakan santai di air itu membuat saya sadar betapa saya selalu menuntut sesuatu dari diri saya sendiri. Sampai saya terengah-engah, keukeuh akan apa yang saya mau, lalu puas jika tercapai. Jika tidak tercapai, butuh waktu lama untuk saya bisa menerimanya. Kita tahu, bahwa puas dan bahagia tidak selalu bersama-sama.

Saya mendapat pelajaran saya hari ini. Sungguh menyadari dan menerima segala kelebihan dan kekurangan diri, kemudian sungguh mencintai diri sendiri. Setelah sungguh sadar, menerima, dan mencintai, seharusnya self improvement menjadi buahnya.

Setiap kita punya tujuan. Pilihan saya untuk sampai kesana dengan terengah-engah, atau dengan sungguh menikmati dan menerima. Terengah-engah pun tidak selalu buruk, dengan satu syarat, sungguh menyadari, dan akan jauh lebih baik jika menikmati.

Comments