Skip to main content

Lapar

Kemarin kamu membatalkan sepihak. Hari ini, kamu, lagi-lagi secara sepihak, mengubah rencana besok menjadi hari ini. Kamu otoriter. Ah, saya mendadak kehilangan selera menonton monyet-monyet itu.

Kita tidak jadi nonton. Alih-alih, saya mengajakmu ke tempat makan favorit saya dengannya. Antriannya panjang. Seperti biasa, secara sepihak, kamu memutuskan untuk menunggu. Ah, padahal, saya sudah lapar sekali. Orang lapar biasanya akan menunjukkan dirinya yang sebenernya, termasuk saya. Saya mulai mengomentari hal-hal tidak penting. Mulai memberikan ekspresi tidak menyenangkan untuk apa yang berlalu lalang di hadapan saya. Selera humormu yang buruk pun jadi tidak bisa lagi ditoleransi.

Akhirnya namaku dipanggil. Menu diberikan. Kita memilih-milih menu. "Kalau kami dulu biasanya makan sambal mangga muda," kataku tanpa filter. "Jangan, nanti keguguran," jawabmu asal. Raut wajahmu terlihat berubah, tidak bisa kamu sembunyikan. Saya kembali mengomentari hal-hal yang tidak sesuai dengan apa yang seharusnya menurut saya. Saya tahu kamu mulai kesal.

"Would you just shut up?!" katamu pelan. Kamu mengeluarkan kalimat yang besok pagi akan kamu sesali karena telah mengucapkannya.

"Nggak bisa. Aku ya kayak gini. Kalau aku gak kenal Kau, baru aku diam. Mungkin karena itu, aku ditinggalin," kataku lagi-lagi tanpa filter.

Kita pun terdiam. Mataku merah. Sementara kamu, mungkin memendam amarah. Kita sama-sama tahu bahwa ada yang tidak lagi sama.

Comments