Skip to main content

Hiking atau Cable Car?

Saya berdiri di depan Stasiun Tung Chung dengan carrier hijau muda berukuran 35 liter yang disandang di punggung dan daypack hijau tua disandang di depan dada, sambil memandang keluar stasiun. Suasana tidak terlalu ramai, saat itu sedang gerimis dan sejauh mata memandang, kabut masih menyelimuti tanpa ada tanda-tanda matahari akan menampakkan diri. Badan saya agak gemetar, flanel tebal yang saya kenakan rupanya tidak berhasil menghalau dingin. Saya merutuki diri sendiri karena memutuskan tidak membawa jaket yang biasa dikenakan untuk pendakian.

Ah, prakiraan cuaca terbukti benar. Sejak subuh, hujan sudah turun meskipun tidak dengan intensitas besar. Saya masih berdiri sambil menimbang-nimbang rencana solo hiking menuju Ngong Ping Village melalui Lantau Peak dengan cuaca yang kurang mendukung. Bimbang apakah akan tetap mendaki sendirian meskipun hujan, kabut tebal, dan tidak mengenal medan atau menggunakan cable car yang fenomenal dengan cukup duduk manis, tidak sampai 30 menit sudah sampai di tujuan.

Sayang sekali rasanya kalau sudah sampai disini tapi tidak hiking di Lantau Peak. Hmm, tapi seharusnya safety first, pulang dengan selamat adalah yang terpenting. Ssst, jangan takut, katanya rutenya  jelas dan sekitar 2-3 jam sudah sampai kok. Hei ingat, risiko pendaki tersesat jika hari sedang berkabut menjadi lebih besar. Kamu masih ingat kan pengalaman hampir tersesat di Merbabu saat sedang hujan deras dan kabut tebal? Ya sudahlah, Lantau Peak tidak akan kemana-mana, lain kali bisa dilakukan kalau memang ada kesempatan. Demikian perdebatan antara saya dengan saya di ruang pikiran.

Setelah menimbang-nimbang dalam bimbang, akhirnya saya memutuskan untuk membatalkan pendakian dan memilih menggunakan cable car. Entah karena hari Senin atau karena cuaca tidak mendukung, atau karena kombinasi keduanya, antrian cable car tidak terlalu panjang. Syukurlah, karena kalau dari yang saya baca, antriannya bisa berjam-jam.

Saat masuk ke dalam "peron", suasananya hampir serupa dengan saat mau naik kereta gantung di Taman Mini. Sesuai dengan urutan antrian, saya satu kabin dengan tiga perempuan paruh baya dari Eropa, sepasang muda-mudi tampan dan cantik (sepertinya) dari Filipina, dan seorang pemuda berbadan agak tambun berambut pirang.

Kereta mulai berjalan. Awalnya masih kelihatan pemandangan bandara Hong Kong, tetapi lama-kelamaan kabut makin tebal dan tidak ada sama sekali pemandangan yang bisa dilihat. Jadilah saya mengamati teman-teman satu kabin.

Tiga perempuan Eropa sedang asyik bercanda dan "menertawai" nasib karena tidak bisa melihat pemandangan apa-apa. Mereka riuh sekali. Dari sekilas yang saya tangkap, mereka tampak membicarakan perjalanan-perjalanan mereka sebelumnya. Saya membayangkan jika saya seusia mereka nanti, siapa kira-kira teman-teman sebaya yang masih bisa diajak jalan-jalan.

Mas Pirang berbaju hitam sedang memangku tas selempangnya, mengenakan headsetnya, dan memandang ke lautan kabut tanpa bergeming sama sekali. Saya jadi penasaran dengan apa yang ada di pikirannya. Apa yang membuat dia ada disini sendiri dan apa pendapatnya tentang cuaca buruk hari ini?

Pasangan tampan-cantik persis di hadapan saya mengingatkan saya pada artis-artis FTV. Sang pria mirip Deva Mahendra, tapi dengan anting hitam di telinga kirinya. Sementara yang perempuan mengingatkan saya pada Sylvia Fully. Kalau tidak mendengar percakapan mereka, mungkin saya akan mengira mereka dari Indonesia. Mereka sedang sibuk selfie dengan berbagai gaya. Sempat terpikir untuk menawarkan apakah mereka maukah difotokan, tapi tidak punya keberanian. Mau menawarkan diri untuk selfie bertiga, apalagi. Macam nyamuk ngiung-ngiung yang mengganggu saja. Plak, ditepok, lalu dilap ke celana jins.

Tidak ada interaksi sama sekali antara kami yang tidak saling mengenal selama dalam kabin. Setelah hampir 30 menit dalam lautan kabut, akhirnya tiba di Ngong Ping Village. Begitu keluar dari cable car, udara dingin langsung menyeruak dengan jarak pandang tidak terlalu jauh.

"I don't want to bring my luggage. Are there any places that I can put them?" saya bertanya pada Bapak petugas kebersihan. Kemudian dia mengantar saya ke pusat informasi. Bapak yang ramah itu menanyakan asal saya, lalu bergegas pergi setelah menyampaikan sesuatu dalam bahasa kanton pada petugas informasi.

"70 dollars," kata petugas bagian informasi. Otak saya otomatis melakukan konversi. Seratus ribu lebih buat penitipan barang saja? Alamak!

"Hmm, I think I will bring these luggage with me. Thank you," kata saya tersenyum sambil berlalu. Ransel-ransel kesayangan, kamu akan bersama saya kemanapun saya pergi hari ini.

....

Comments