Skip to main content

Teruntuk Siska yang Kemarin Menikah

Siska yang terkasih,

Masih ingat senja di Candi Ratu Boko Oktober lalu? Saat itu saya terdiam mendengar ucapanmu bahwa kamu akan segera menikah tahun depan. Sama seperti perasaan ketika mendengar keputusanmu untuk meninggalkan segalanya di Jakarta dan memulai hidup baru di Australia. Tidak terasa sudah sembilan tahun berlalu sejak pertama kita bertemu.

Saya tidak ingat bagaimana kita bisa menjadi teman baik. Yang saya ingat, kamu adalah salah satu anak populer yang banyak berteman dengan senior di KMK, tempat kita dipertemukan. Saya juga lupa mengapa saya mengajakmu untuk ikut MAPALA. Yang saya ingat, pagi itu kita bertemu di Pusgiwa untuk datang pertama kali latihan. Saya tidak kembali di dua pertemuan selanjutnya sedangkan kamu meneruskan hingga memperoleh nomor anggota. Saat itu kita memilih jalan yang berbeda, kamu di MAPALA dan saya di KMK.

Masih teringat jelas saat kita bertemu kembali setelah lulus kuliah. Kamu sudah menjadi jurnalis sedangkan saya masih dalam perjalanan menjadi aktuaris. Saya di belakang meja sedangkan kamu menjelajah Indonesia. Saya tidak pernah berhenti tersenyum mengingat bagaimana perjalanan kita ke Nepal, mulai dari perencanaan hingga kembali lagi ke Jakarta. Dua anak kampung yang suka naik gunung dan berharap bisa melihat Himalaya meskipun hanya siluetnya. Pengalaman tidur di tempat mengerikan (jika diingat saat ini) di Kathmandu, hingga menginap di tempat super romantis bertabur mawar di Nagarkot sampai kita dikira lesbian. Oh ya, masih ingat minum beer di Pokhara? Saat itu saya harus menghabiskan satu liter beer yang sudah kita pesan karena kamu ternyata tidak suka beer. Tahukah kamu, itu awal mula bagaimana saya suka beer.

Perjalanan tidak kalah seru berikutnya adalah Kerinci. Di perjalanan itu, saya baru tahu bahwa kamu bisa jadi sangat galak. Untungnya kamu berani galak, kalau tidak, mungkin kita bisa sampai di Desa Kersik Tuo lebih lama lagi karena dibawa berputar-putar tidak jelas oleh supir travel.

Cuaca yang sangat mendukung dan tubuh yang sedang fit-fitnya justru membuat perjalanan Kerinci menjadi terasa sangat singkat. Selalu terselip sedikit kebanggan karena kita memiliki keberanian untuk menjejak kerinci berdua. Semoga keberanian-keberanian seperti ini bisa selalu kita bawa dan tidak lekang digerogoti usia.

Ah, tidak usah yang jauh-jauh ke Asia Selatan atau Atap Sumatera. Jalan-jalan random di seputaran Sabang dan Sudirman pun sudah membuat kita bahagia. Ketika itu, bertemu semudah "Lo lagi dimana? Ketemu yuk!". Kemudian kita akan bertemu dan berbincang, mulai dari berbagi suka duka pengalaman perjalanan dinasmu yang terbaru, cerita saya yang kebanyakan datar, our mutual friends, atau sekedar misuh-misuh singkat tentang abang ojek yang cancel pesanan tanpa peringatan padahal kita sudah lama menunggu. Betapa hal itu menjadi yang paling disyukuri dan dirindukan saat ini.

Saat kamu memperkenalkan kekasihmu yang menjadi suamimu sekarang dan kemudian kita berbincang bersama, saya menilainya diam-diam. Hahaha. Sosok yang lembut dan ramah, dan entah bagaimana, dari bahasa tubuhnya dan pembawaannya bisa terasa bahwa ia adalah orang baik. Diam-diam saya turut bersyukur dan berbahagia sambil berharap semoga kalian berdua adalah yang terbaik bagi satu sama lain. 

Saat kamu bercerita tentang rencana pindah dengan working holiday visa, yang pertama terbersit di pikiran saya adalah "gila nih anak!" Menjadi jurnalis keliling Indonesia adalah petualangan. Pindah negara dan profesi dengan segala sesuatunya yang baru, ini petualangan level berikutnya. Tentu ada sedikit sedih saat akhirnya kamu benar-benar meninggalkan Jakarta, tapi ternyata sedih itu tidak ada apa-apanya dibandingkan mendengar cerita bahwa kamu bahagia dan baik-baik saja di sana (atau bahkan lebih baik).

Kamu tahu apa perbedaan kita yang cukup mendasar? I take adventure for fun, but you, you take adventure for life. Saya tidak yakin saya berani mengambil keputusan sepertimu jika saya ada di posisimu.

Terakhir kita bertemu di Jogja, menghabiskan waktu bersama seperti yang biasa kita lakukan di Jakarta, saya berbisik dalam hati, "This is why we are a good friend. How I miss this girl!".

Saat kamu bercerita tentang rencana pernikahanmu di Candi Ratu Boko senja itu, saya terdiam bukan karena sedih. Lebih karena merasa tersentak dan baru benar-benar sadar bahwa waktu berlalu begitu cepat, hidup bergerak ke fase berikutnya. Itu tidak hanya terjadi pada orang-orang di luar sana, tapi juga terjadi pada orang-orang terdekat. Termasuk terjadi pada sahabatmu yang sudah bersamamu sejak dunia masih terasa hitam putih. Dia akan mengambil tanggung jawab di level berikutnya yang selama ini belum pernah kamu bayangkan.

Ooh, intermezzo Sis. Ada satu lagi yang begitu berkesan saat di Jogja dan bertemu ibumu. Saat ibumu memeluk, membuat tanda salib dan memberi berkat di dahi saya saat saya pamit pulang ke Jakarta. Rasanya begitu mendamaikan.

OK, kembali ke pernikahanmu. Saya tidak bisa berhenti tersenyum menyaksikan pernikahanmu di belahan benua lainnya meskipun hanya lewat video. Kamu memulai petualangan level berikutnya, kali ini dengan level komitmen sumur hidup. 

Jadi gini Sis, bukannya saya nggak mau kasih nasihat pernikahan, tapi saya memang nggak tahu nasihat apa yang harus saya berikan. Lah wong kapan nikah saja saya belum kepikiran (loh curhat).

Satu hal saja yang harus kamu ingat baik-baik, ketika suatu hari kesulitan datang, kamu hanya perlu melihat ke belakang. Perhatikan jejakmu dari masa kanak-kanak, sekolah, kuliah, sampai kamu berada di titik dirimu saat itu. Dengan segala konsistensimu, dengan segala kegigihanmu, dan dengan segala keberanianmu, kamu pasti bisa melaluinya. 

Selamat melanjutkan perjalanan. Salam untuk suamimu.

Sampai bertemu di Jogja, Siska terkasih. 


RF

Sis, this is my favorite picture. Soo genuine. lol.

Comments