Skip to main content

Merayakan Bulan Ramadhan padahal Tidak Pernah Puasa

Tidak perlu menjadi muslim untuk menantikan Bulan Ramadhan. Bagi saya, banyak kenangan dan pengalaman menyenangkan selama bulan ini. Semasa sekolah, jam belajar menjadi lebih singkat. Ditambah lagi libur lebaran yang bisa berlangsung selama dua minggu. Teman-teman SD saya yang muslim wajib ikut tarawih dan harus meminta tanda tangan penceramahnya. Karena kebetulan rumah saya dekat masjid, jadi kami bisa bermain selepas mereka sholat tarawih. Serial Lorong Waktu, Zidan dan mesin waktunya, menjadi yang paling ditunggu-tunggu saat sore tiba. 

Memasuki masa kuliah, saya kebetulan aktif di komunitas Katolik. Bulan Ramadhan membuat kami dalam komunitas semakin akrab karena kami biasanya akan lebih rutin makan siang bersama. 

Ritual yang tidak lepas dari Bulan Ramadhan adalah buka bersama. Momen untuk berkumpul dengan teman-teman lama, setidaknya setahun sekali. Biasanya saya akan ikut buka bersama dengan teman-teman terdekat, yaitu circle SMP, SMA, dan Kuliah. Berkumpul bersama mereka selalu berhasil menghidupkan kembali momen-momen semasa sekolah. 

Berikutnya adalah Ta'jil. Siapa yang tidak suka Ta'jil? Puasa sih tidak pernah ikutan, tapi saya tidak pernah absen berburu ta'jil.  Kolak pisang, bubur sumsum, es buah, lontong, gorengan, aku datang menjemput! Kalau sudah jam empat sore, saya sudah gelisah ingin jajan.

Di penghujung Ramadhan, tentu saja mudik. Biasanya kami mudik ke kampung Ibu di Majenang, Cilacap. Bus pernah, mobil bak tertutup pernah, angkot pernah, kijang kapsul juga pernah. Setiap mudik selalu punya ceritanya sendiri. Hampir 12 jam di perjalanan, bertujuh di dalam mobil, segala hal kami lakukan untuk membunuh waktu. Mulai dari main ludo, makan, tidur, ledek-ledekan, diulang terus sampai akhirnya tiba di tujuan. Kami satu-satunya yang Katolik di tengah keluarga besar Ibu yang Muslim tidak pernah merasa diasingkan. Yang membedakan hanya ketika mereka Sholat Idul Fitri dan kami menunggu di rumah. Sisanya, kami berbaur tanpa merasa ada perbedan yang berarti. 

Saya juga merasa Bulan Ramadhan adalah privilege tersendiri bagi kami yang tidak berpuasa, terutama dalam hal jalan-jalan. Destinasi wisata biasanya akan jauh lebih sepi, mulai dari wisata yang ada di tengah kota seperti museum dan taman bermain, sampai wisata alam seperti gunung dan Pantai. Biasanya saya akan mengajak teman-teman yang tidak berpuasa untuk naik gunung atau ke pantai ketika Bulan Ramadhan. 

Ramadhan tahun ini terasa berbeda karena wabah korona. Tidak ada buka bersama, tidak ada jalan-jalan, bahkan mudik pun dilarang. Tapi setidaknya libur lebaran ini kami masih bisa berkumpul sekeluarga. 

Sel-sel tubuh saya merekam banyak kejadian membahagiakan dan tidak terlupakan selama Bulan Ramadhan, mungkin itu sebabnya saya selalu merindukan Bulan Ramadhan. Sampai jumpa di Ramadhan tahun depan.

Comments