Skip to main content

Jalan Buntu

Saya sudah mempersiapkan diri jauh-jauh hari untuk kemungkinan terburuk. Saya kira saya siap. Ternyata tidak. Sulit sekali ternyata. Mungkin kita memang tidak pernah benar-benar siap, sampai akhirnya kita ada di jalan buntu dan tidak ada pilihan lain selain menyeret-nyeret diri untuk menjadi siap.

Berbekal pelajaran dari perjalanan sebelumnya, di perjalanan ini saya berjanji pada diri sendiri untuk tidak mengulangi kesalahan - kesalahan yang sama dan lebih disiplin pada apa yang saya anggap baik dan benar. Sejak awal, saya sudah menyampaikan apa yang saya harapkan dan memastikan bahwa kami punya prinsip yang sejalan. Saya berusaha menghindari kerumitan-kerumitan yang tidak perlu, sama sekali tidak tertarik untuk menyerempet bahaya, dan fokus pada hal-hal yang esensial. Ternyata membuahkan hasil. Perjalanan kali ini jauh lebih baik. 

Tapi sayang, perjalanan yang baik dan menyenangkan ternyata bisa berakhir di jalan buntu juga. Ya, kami sekarang berada di jalan buntu. Perasaan saya masih silih berganti dengan sangat cepat setelah mengetahui bahwa kami menemui jalan buntu. Sedih. Marah. Kesal. Skeptis. Menerima. Berharap keajaiban. Menyangkal. Mempertanyakan. Terus berputar-putar.

Saya paham bahwa memulai perjalanan yang sudah salah sejak awal, wajar jika akhirnya adalah jalan buntu. Seburuk apapun hasilnya, saya menerima karena itu adalah hasil kesalahan dan abai yang dibiarkan bertumpuk-tumpuk.

Tapi saya ternyata tidak siap menerima bahwa memulai perjalanan dengan tujuan yang baik, dengan cara-cara yang dianggap baik, benar, dan ideal, ternyata akan berakhir jalan buntu juga. Tentu saja kenyataan ini menjadi jauh lebih pahit.

Comments

Post a Comment