Skip to main content

Mba Ningsih

Saya ambil tulisan ini dari tumblr, penggalan perjalanan ke Rinjani di Lebaran 2013. Saya dan Leo ke Rinjani dengan moda transportasi darat, dari Jakarta - Bandung - Yogyakarta - Banyuwangi - Bali - Lombok.

Perjalanan yang cuma berdua ini benar-benar memberikan ruang untuk lebih banyak merenung dan berinteraksi dengan orang yang kami temui selama di perjalanan. Tidak banyak yang suka naik kereta ekonomi, apalagi untuk jarak jauh. Dahulu, kereta ekonomi memang dipandang tidak manusiawi. Saya sempat mengalami tidak dapat tempat duduk, tidur di sela-sela antara kursi dengan kursi, tidur di jalanannya, bahkan membajak WC nya untuk tidur. Pernah juga menghabiskan malam di sambungan gerbong bersama banyak bapak-bapak petani yang hendak ke Jakarta.
Syukurlah, sekarang keadaannya sudah jauh lebih baik dan manusiawi. AC-nya bekerja dengan baik, tidak ada penumpang yang tidak mendapat tempat duduk, bahkan kamar mandinya harum dan bersih. Yang tidak berubah adalah keramahannya. Itu salah satu yang khas dari kereta ekonomi yang paling saya suka.
Ini akan jadi perjalanan yang sangat panjang. Perjalanan darat dari Jakarta ke Lombok di musim lebaran. Tapi siapa peduli, ini salah satu perjalanan impian kami. Moda transportasi pertama kami adalah kereta. Kereta ini akan membawa kami dari Stasiun Kota ke Stasiun Kiara Condong, Bandung.
Karena kesiangan, saya tidak sempat sarapan dan membeli apa-apa di jalan. Saat ingin duduk, ternyata sudah ada pasangan suami istri yang menempati. Sang istri sedang mencabuti bulu hidung suaminya. Momen canggung yang kalau diingat lagi membuat tersenyum. Untunglah, begitu kami duduk, mereka segera mengakhiri ritualnya.
Akhirnya kami berbincang. Mba Ningsih nama istrinya, dia kerja sebagai babysitter dan akan mudik ke Kroya. Sepanjang perjalanan, dia bercerita tentang majikannya yang baik, anak asuhannya yang sehat, dua anaknya di kampung, dan kebiasaannya yang mabuk kalau bepergian. 
Dia membawa begitu banyak kudapan, bertolak belakang dengan kami yang tidak membawa apapun untuk dimakan kecuali logistik untuk naik gunung yang ada di carrier. Ketika saya bercerita bahwa saya mau ke Lombok naik kereta, muka Mba Ningsih langsung menunjukkan ekspresi prihatin.
“Mba Rani, kok gak makan? Gak laper? Ada minum? Kayanya dari tadi gak ngunyah apa-apa. Ini makan aja ya! Jangan malu-malu,” kata Mba Ningsih sambil menyodorkan kudapannya ke saya.
“Terimakasih Mba, ada kok di tas. Hehe,” saya menjawab sambil menunjuk carrier di bagasi atas.
Akhirnya kami makan kudapan Mba Ningsih bersama-sama. Sesaat sebelum turun di Bandung, Mba Ningsih memberi saya sebotol Mizone yang masih disegel.
“Bawa aja mba, takut haus,” katanya dengan muka penuh iba.
Ah, Mbak Ningsih, terimakasih. Semoga rejeki melimpah untukmu sekeluarga.

Comments