Skip to main content

Roller Coaster

http://mentalfloss.com/article/503373/12-secrets-roller-coaster-designers

Saya selalu tersenyum, ah lebih dari tersenyum, saya bahkan tertawa sendiri setiap mengingat momen itu. Momen saat kita naik roller coaster. Melihatmu, seperti melihat diri saya sendiri beberapa tahun yang lalu. Saya sungguh mengerti apa yang kamu rasakan. Dimulai dengan keraguan untuk menaiki wahana dan ketakutan untuk mencoba. Sempat ingin menyerah saja, tapi dorongan untuk mengetahui sensasinya jauh lebih besar. Ketika mulai menaiki tangga wahana, degup jantung makin tidak teratur. "Jantungku tidak karuan," katamu berbisik, takut terdengar anak kecil di depan yang sama sekali tak gentar. Saya hanya membalas dengan tersenyum, membiarkanmu berproses.

Saya mencoba memutar ulang semuanya, kembali hadir menjadi penonton. Kamu seperti anak kecil yang ingin tahu, tak henti bertanya dan memberikan komentar spontan yang ingin membuat saya tergelak. Saya seperti menonton film komedi.

Akhirnya kita menaiki wahana, sabuk pengaman sudah dipasang, kereta mulai jalan. Anehnya, kamu masih terus bertanya bagaimana rasanya naik wahana, protes kenapa sabuk pengamannya tidak lebih lembut, kenapa kursinya keras, dan berkata berkali-kali bahwa kamu sangat gugup, dan ini kali pertama kamu akan mencoba wahana roller coaster. Saya merasakan hal yang kamu rasakan ketika pertama dulu, bedanya adalah saya tidak bicara sebanyak kamu. Saya menyimpan semuanya dalam-dalam. Ah yaa, itu bedanya kita. Kamu ekstrovert, sedangkan saya super introrvert. Tapi saya sungguh tidak menyangka bahwa kamu tetap sangat cerewet dan protes tak henti di momen yang demikian kritis.

Kita hampir berada di puncak roller coaster, kamu masih saja berceloteh. Saya berusaha menjawab pertanyaan dan protesmu yang nyentrik itu sambil berusaha memberikan beberapa tips agar kamu sungguh menikmati wahana ini. Salah satunya adalah tutup matamu dan rasakan sensasi perutmu diaduk, badanmu terlempar, dan jantungmu berhenti sepersekian detik.

Saat melewati titik kritis, kamu malah membuka matamu, mencoba menghitung berapa derajat maksimum putaran roller coaster, dan berapa minimum kecepatannya agar wahana ini tetap aman, bahkan kamu sempat-sempatnya sibuk memperhatikan ekspresi saya yang sedang menikmati wahana ini. Tapi itu jugalah yang saya lakukan ketika menaiki roller coaster pertama kali. Saya ingin tahu bagaimana cara kerja wahana ini hingga wahana ini menjadi begitu digandrungi, saya juga ingin tahu bagaimana ekspresi orang-orang, dan bahkan saya penasaran dengan segala respon alami yang tubuh saya berikan.

"Rasanya seperti dilontarkan kemudian melayang jatuh dari ketinggian, dan ternyata saya masih hidup," katamu saat kita turun dari wahana. Ada ekspresi yang tidak bisa saya baca.

Kamu adalah fast learner, saya tahu itu. Di percobaan ketiga dan seterusnya, saya yakin kamu akan tahu bagaimana cara kerja roller coaster, bagaimana momen inersianya, dan  bahkan kamu akan tahu cara perawatan wahana ini. Hey, tapi yang terpenting dari semuanya adalah bagaimana menikmati wahana ini sebaik-baiknya. Tutup matamu, rasakan angin yang membelai wajahmu, kemudian rasakan sensasi terbang, dan jantungmu yang rasanya tertinggal, sampai akhirnya kamu tiba dengan selamat di pintu keluar. Tidak perlu buru-buru ingin selesai.

Comments