Skip to main content

Bentang Raya



Simple miracles, kata lain yang cocok untuk pertemuan ini jika Raya tidak mau menganggapnya hanya sekedar kebetulan. Dua hari berturut-turut Bentang hadir dalam mimpinya. Mimpi yang pertama mereka saling menatap tanpa suara. Di mimpi yang kedua, Raya dan Bentang berjalan bersama, seperti yang pernah mereka lakukan dulu. Di mimpi itu, Bentang mengangkat tangannya persis sesaat sebelum Raya meraihnya. Akhirnya, Raya meninggalkan Bentang yang meneriakinya di belakang. 

"Besok saya ke Jakarta, Raya. Ada kerjaan dari kantor." Isi pesan singkat dari Bentang untuk Raya. Raya menarik napasnya pelan, dalam. Andai Raya tidak membatalkan rencana pendakiannya, mungkin Raya tidak akan sempat menemui Bentang. Andai rencana extend perjalanan dinasnya kali ini dikabulkan oleh perusahaan, Raya juga tidak akan sempat menemui Bentang. Pendakian Raya dibatalkan karena ada perjalanan dinas, dan perusahaannya tidak mengizinkan rencananya untuk extend di luar kota. Jadilah Raya sedang menuju bandara untuk kembali ke Jakarta malam ini. Semesta mendukung pertemuannya dengan Bentang esok hari.


Ada yang belum selesai ketika Bentang pergi. Lebih tepatnya, Bentang pergi ketika Raya sudah terlanjur memberikan hatinya untuk Bentang. Bentang adalah satu-satunya orang yang membuat Raya rela menggantung carriernya tanpa diminta. Jika Bentang meminta dirinya meninggalkan Jakarta dan beralih profesi menjadi guru di pedalaman bersamanya, dia akan senang hati mengiyakan. Tapi Bentang pergi, sendiri, tanpa meminta apapun dari Raya. Bentang adalah sumber inspirasi slogan Raya yang berbunyi 'Ada yang namanya teman jalan, ada yang namanya teman hidup. Ketika teman jalan adalah sekaligus teman hidup, itu bonus namanya. Tapi nggak dapet bonus juga nggak apa-apa.'

"Kalau saya pakai baju ini bagus?" Raya bertanya pada kakaknya sambil mematut diri di depan cermin. Hal yang hampir tidak pernah Raya lakukan.

"Oke. Mau kemana kamu?" Kakak Raya agak mengernyitkan dahi.

"Mau ketemu teman," jawab Raya singkat. Setelah menemukan baju yang pas, dia mencari soft lens beningnya. Dia tahu, Bentang tidak menyukainya memakai kacamata. Tapi hari ini, Raya kurang beruntung, soft lens yang dicarinya tidak ditemukan.

"Saya nggak dapat izin keluar dari supervisor malam ini. Kamu bisa kesini?" Pesan singkat Bentang untuk Raya. Raya menimbang antara gengsinya dan keinginannya untuk bertemu Bentang. Dia merasa harus ada yang diselesaikan malam ini. "Saya kesana sekarang." Jawab Raya singkat melupakan gengsinya. Bentang terlalu mengalihkan fokusnya malam itu sampai Raya lupa mengambil kartu ATM nya kembali dari mesinnya. 

Dua puluh menit kemudian, akhirnya Bentang dan Raya bertemu. Keduanya berjabat tangan sambil melempar senyum pahit. Ah, andai memeluk pria milik perempuan lain adalah sah, pikir Raya.

"Lepas dulu kacamatamu," Bentang mengawali perbincangan malam itu.

Bisa kembali mendengar suara Bentang secara langsung, melihat rambutnya, berhadapan dengan superior dan keras kepalanya, membuat Raya merasa bunga tidurnya dua hari yang lalu menjadi nyata.

Obrolan malam itu tidak jauh berbeda dengan obrolan setahun yang lalu, tetapi perasaan setahun yang lalu sudah tidak ada lagi kini bagi Raya. Raya tidak mengajukan segala pertanyaan yang dia simpan selama ini untuk Bentang, karena dia sudah merasa menemukan jawabannya. Kalaupun belum terjawab, jawaban itu tidak lagi penting sekarang. Tiba-tiba dia merasa bebas. Tidak perlu dia menggantung carriernya dan meninggalkan Jakarta untuk Bentang. Perasaannya untuk Bentang berhenti begitu saja. Jika bukan berhenti, mungkin perasaan itu sudah berubah menjadi energi yang lain, energi mengasihi Bentang sebagai teman.

Di sepanjang obrolan itu, ada yang dibukakan di dalam diri Raya. Kesadaran bahwa Bentang bukanlah teman jalan dan tidak juga akan menjadi teman hidupnya. Mereka tidak akan bergerak kemana-mana. Dan pertemanan, teman biasa, adalah lingkaran yang paling pas bagi keduanya.

Raya selesai dengan dirinya sendiri.

"Take care!" Itu kata terakhir yang Raya bisa dengar dari Bentang sebelum taksi membawanya pergi. Raya mungkin masih lupa dengan ATM nya yang tertinggal, tetapi dia tidak lupa membawa kembali hatinya yang pernah dia beri untuk Bentang.

Seharusnya, Bentang juga merasa lebih ringan sekarang.

Comments