Skip to main content

Ketinggalan di Commuter Line


Udah lama banget gak beli baju kerja, sekalinya beli, ketinggalan di kereta..
Pertama kali beli shampoo dan conditioner di salon penata rambut biar rambut gak gimbal, eh ketinggalan di kereta..
Kalau pake meme, memenya Bad Luck Bryan rasanya yang paling cocok.

Mulai dari jins, jaket, tracking pole, payung, handphone, tas, Tupperware, sampe sendok, pernah gak sengaja ketinggalan di tempat umum. Ibu saya pernah bilang, “Kalau kepala kamu gak nempel, itu juga bisa ketinggalan, Ran.” Kalau sendok di rumah abis, ibu saya tahu siapa pelakunya.

Kali ini saya mau sharing perngalaman ketinggalan barang di Commuter Line, semoga untuk yang pertama dan terakhir kali.

Minggu malam, saya naik kereta terakhir jurusan Bogor – Jatinegara di gerbong khusus perempuan. Karena nggak dapet tempat duduk, dan saya mau baca novel, saya taro barang bawaan saya di rak. Begitu sampai Stasiun Sudirman, saya lenggang aja keluar kereta.

Setelah keluar stasiun, baru saya sadar, barang saya ketinggalan. Saya langsung lapor petugas, setelah itu di anter ke pusat informasi. 

"Isinya apa aja, Mbak? Tadi di gerbong berapa dan barangnya ada di sebelah kanan atau kiri?" Petugasnya tanya sambil bersiap mencatat.

"Di gerbong perempuan yang paling depan, barangnya di rak sebelah kiri. Isinya empat baju sama shampoo Mas," saya meringis sedih karena dua di antaranya baru sekali saya pakai di fitting room dan saya harus siap merelakan impian jadi bintang iklan shampoo.

Petugas di pusat informasi langsung telepon petugas di commuter line. 

Untungnya barang saya di gerbong khusus perempuan, jadi gampang untuk dicari. Saya tinggalin nomor hand phone untuk nanti dikabarin sama petugas. Singkatnya, saya di SMS kalau barang saya sekarang ada di pusat informasi Stasiun Kampung Bandan.

Kejadiannya minggu malam, tapi saya baru bisa ke Kp Bandan Jumat malam.

“Pak, ada barang yang ketinggalan? Isinya baju sama shampoo,” saya tanya ke petugas di ruang informasi.

“Oh, atas nama Rani ya?” petugasnya tanya.

“Iya, Pak.”

“Kemaren udah ada yang ambil, Mbak. Perempuan juga, mbak-mbak juga. Katanya itu punya dia.”

Kaki saya lemes.

“Kok bisa dikasih gitu aja, Pak?”

“Iya, kita mana tahu kalo orangnya yang punya bener dia atau nggak. Kita juga nggak kenal Mbak kan. Dan di sini shift-shiftan. Begitu ada yang ngaku ketinggalan, dan jenis barangnya sama, terus dia bilang itu barangnya, ya kita kasih.”

Akhirnya saya pulang dengan agak kesal. Tapi nggak tahu kesal sama siapa. Salah sendiri ketinggalan dan baru diambil 5 hari kemudian. Mungkin juga saya kurang amal.

Yaahhh, semoga bajunya pas di mbak-mbak itu. Mungkin habis pake shampoo dan conditionernya, dia bisa jadi bintang iklan shampoo. Dan yang paling penting, itu barang bisa dibeli lagi, meskipun nggak tahu kapan dan harus nabung lagi. Kehilangan yang gampang digantikan itu nggak masalah, dibandingkan kehilangan yang nggak mungkin ada gantinya, misalnya kepercayaan atau orang-orang terdekat.

Tapi di luar itu semua, semoga KAI bisa punya manajemen yang lebih bagus untuk masalah lost & found. Entah dikasih password pengambilan barang, nunjukkin kartu identitas, atau yang lainnya. Kalau masih seperti sekarang, bisa aja, saya datengin tiap pusat informasi stasiun untuk ngaku-ngaku setiap barang yang ketinggalan di sana jadi punya saya.

“Stasiun Sudirman. Periksa kembali tiket dan barang bawaan Anda, pastikan tidak ada yang tertinggal.”

Comments