Skip to main content

Insecure

Sejak duduk di sekolah dasar, saya sadar bahwa betis saya lebih besar dari orang kebanyakan dan saya begitu tidak percaya diri karena hal ini. Betis tukang becak, kalau kata teman-teman sekolah. Komentar sederhana seperti, "Gila, betis lo gede banget ya, Ran" sudah biasa saya terima. Dari luar saya pura-pura cuek, padahal setiap memilih pakaian, saya selalu memikirkan bagaimana supaya betis saya kelihatan sedikit lebih kecil. Beberapa tahun belakangan, saya belajar bahwa tidak ada yang bisa dilakukan selain menerima bahwa tidak ada yang salah dengan betis besar. Akhirnya saya mulai berani dan percaya diri memakai celana pendek dengan bebas dan berterima kasih karena dengan betis ini saya bisa menyambangi puncak-puncak gunung. 

Lain dengan ukuran betis yang di atas rata-rata, ukuran dada saya malah di bawah rata-rata. Andai kelebihan di betis bisa dipindahkan sebagian ke dada. Suatu hari, saat saya ingin membeli bra di mall, saya bertanya apakah ukuran sekian tersedia. Mbanya menjawab sambil melihat ke dada saya, "Ada, Mba. Oh ya, kita juga ada push up bra loh Mba." Dahi saya berkerut, "Maksudnya bra untuk olahraga push up, Mba?" Mbanya sekarang yang ganti tertawa. Kemudian dia menjelaskan kalau push up bra bisa digunakan jika ingin membuat dada terlihat lebih berisi. Saya meringis dalam hati mengingat isi dada yang memang tidak seberapa ini. Akhirnya saya menolak tawaran Mbanya dengan halus dan memilih yang biasa saja karena harga yang biasa jauh lebih murah. Meski tidak separah betis, ukuran dada yang minimalis ini juga mempengaruhi tingkat kepercayaan diri saya. Lagi-lagi, untuk hal-hal yang tidak bisa diubah, menerima adalah kuncinya. 

Tidak hanya betis dan dada, secara keseluruhan, sebenarnya saya tidak terlalu percaya diri dengan bentuk fisik yang saya miliki. Sejak masa-masa sekolah, saya sudah sadar bahwa secara fisik saya pas-pasan dan tidak banyak upaya yang bisa dilakukan untuk merubah hal ini. Saya harus fokus pada hal-hal yang bisa diubah dan diupayakan untuk bisa dikenal dan diterima di lingkaran pertemanan, salah satunya adalah isi kepala dan tingkah laku. Belakangan saya baru menyadari, salah satu alasan saya giat belajar dan mati-matian ingin menjadi juara kelas adalah karena ini bagian dari mendongkrak rasa percaya diri yang tidak saya dapatkan dari fisik saya secara keseluruhan. Tentu saja saya tidak bisa dikenal sebagai yang cantik, tapi saya bisa mengusahakan dikenal sebagai yang lain.

Sering sekali saya mengatakan pada diri sendiri bahwa kebaikan hati dan isi kepala adalah yang terpenting, penampilan luar yang di permukaan bukan yang paling penting. Ini menjadi prinsip yang saya terapkan pada diri sendiri dan dalam memilih lingkaran pertemanan. Kalau dipikir-pikir sekarang, mungkin itu cara perlindungan diri saya selama ini yang memiliki penampilan luar pas-pasan. 

Kita semua memiliki insecurity masing-masing. Mari terus berproses, memilah mana yang harus diterima dan mana yang masih bisa terus diupayakan.  

Comments