Skip to main content

Cerita dari Pulau Sepa


Instagram @jakartainformasi

Pulau Sepa adalah salah satu pulau di Kepulauan Seribu yang ukurannya tidak terlalu besar dan hanya ada satu penginapan. Saya lupa persisnya, entah akhir Oktober atau November 2019, kami berempat, Saya, Will, Brian, dan Lina mengunjungi pulau ini. Karena hanya ada satu penginapan dan peminatnya lumayan banyak, pemesanan harus dilakukan jauh-jauh hari sebelumnya. Ketika itu, kami memesan dua minggu sebelumnya, dan hanya tersisa dua kamar terakhir dengan lokasi yang tidak terlalu strategis. Kalau lihat dari gambar di atas, kamar kami di dekat dermaga yang sebelah kiri.

Paket dua hari satu malam seharga 1.5 juta per orang sudah termasuk antar jemput speedboat dari Dermaga Marina Ancol, makan empat kali, dua kali snack, dan gratis canoe satu jam. Kapal berangkat dari Ancol Sabtu jam 8 pagi, perjalanan untuk sampai Pulau Sepa kira-kira satu jam. Hari Minggunya, kami akan kembali diantar jam 2 siang. 

Yang paling menyenangkan dari pulau ini adalah pasir putih dan pantainya yang landai. Begitu sampai, kami duduk-duduk di pantai dan bermain kartu sambil menunggu makan siang siap. Selesai makan siang, kami langsung menyewa alat snorkeling. Ternyata tidak jauh dari pantai, sudah banyak terumbu karang dan ikan-ikan warna-warni. Kedalamannya pun paling hanya 1 - 1.5 meter, jadi tidak terlalu dangkal tapi juga tidak terlalu dalam. Satu keahlian baru yang saya dapat di hari itu, berenang gaya punggung. Haha. Walaupun tentu saja dengan berkali-kali meminum air laut. Oh ya, satu yang tidak boleh dilewatkan dari wisata pantai, tentu saja pemandangan matahari tenggelam. Hari itu, kami berenang sampai matahari sama sekali tidak kelihatan.

Jam tujuh malam, makan malam sudah siap. Setiap makan dan snack disajikan prasmanan dan menunya lumayan enak. Setelah selesai seharian renang, tentu saja makan malam ini jadi yang paling ditunggu-tunggu, ditambah ada live music dan semilir angin pantai, yang membuat saya nggak sabar tidur karena sudah ngantuk luar biasa. Seperti anak kecil yang sudah ngantuk tapi tetap mau main, kami memutuskan untuk main kartu dulu sebelum tidur. Rasanya nggak sampai lima menit setelah main kartu, saya ketiduran. Bangun-bangun, saya kaget karena ternyata sudah subuh. Mungkin saking lelahnya, jadi tidurnya bener-bener nyenyak.

Ternyata selain matahari tenggelam, pemandangan matahari terbitnya pun luar biasa. Ngobrol santai di bale bambu di pinggir pantai sambil nunggu matahari terbit, ditambah suara halus kicauan burung dan ombak, ini jadi salah satu momen yang nggak akan saya lupa. 

Selepas sarapan,  kami langsung turun lagi ke air. Kali ini untuk main canoe. Ini pertama kalinya saya main canoe dan ternyata sangat menyenangkan, kecuali bagian mendayungnya yang ternyata susah, terlebih untuk saya yang gampang disorientasi. Kami naik canoe yang untuk dua orang dan bikin kompetisi yang paling cepat sampai ujung, dia yang menang. Ooh, tentu saja tim saya kalah, karena sepertinya dayungan saya bukannya membantu tapi justru malah mengacaukan. 

Setelah canoeing dan snack siang, kami kembali snorkeling. Di beberapa bagian pantai, sudah ada peringatan untuk berhati-hati dengan bulu babi dan ikan lepu batu (stonefish). Aduh, malang bukan kepalang, saat kami sedang asik berenang, tiba-tiba teman saya yang perempuan, Lina, menjerit dan menangis meraung-raung. Singkat cerita, rupanya ia kena ikan lepu batu, ikan yang dikenal sangat beracun. Ia dilarikan menggunakan speedboat ke Pulau Seribu yang ada puskesmasnya untuk ditangani oleh dokter. Will dan Brian menemani sementara saya menunggu di Sepa.

ih3.redbubble.net-

Saya ingat saya pernah melihat ikan ini di Pulo Cinta Gorontalo, ketika itu saya melihat ikan yang bentuknya seperti batu karang dan menguburkan dirinya ke dalam pasir. Ketika itu saya bertanya ke pemandu ikan apa itu, dia cuma bilang itu stonefish dan sangat berbahaya. 

Setelah googling, stonefish ini memang tempatnya di pantai yang dangkal dan berkarang dan jadi momok yang paling menakutkan untuk penyelam. Racunnya sangat berbahaya dan memang harus dikeluarkan dulu sebelum disuntik, dan itu benar-benar sakit katanya. Sampai beberapa minggu, ia kesulitan berjalan dan bahkan baru kempes bengkaknya berbulan-bulan kemudian.

Saat mereka ke puskesmas, saya menunggu di pinggir pantai. Bahkan sempat ketiduran. Sebenarnya bisa saja kembali berenang, aduh tapi tentu saja sudah kehilangan minat sama sekali. Seorang pegawai hotel akhirnya menghampiri dan menawarkan apakah ingin ditemani berkeliling pulau. Ternyata, hotel tempat saya menginap memiliki batas tertentu, dan di balik penginapan ini, ada warung dan ada bagian yang bisa disewa jika ingin berkemah. Liburan murah meriah di Pulau Sepa ternyata bisa. 

Comments