Skip to main content

Perjalanan Pukul Enam

Belum pernah Randu seresah ini menanti akhir tahun. Setelah sekian lama merenung-renungkan, akhirnya Randu tahu tujuan akhir perjalanannya dan bagaimana ia ingin menghabiskan seluruh waktunya untuk sampai pada tujuan itu. Akar, ya, Akar. Ia harus memberi tahu Akar, teman setia perjalanannya selama ini. Akarnya yang penyabar, yang lembut hati walau sesekali keras kepala. 

Tidak ada yang salah dengan perjalanan Akar dan Randu selama beberapa tahun terakhir. Jalan yang mereka lalui bukan taman yang penuh dengan bunga warna-warni, bukan juga jalan setapak yang kanan kirinya jurang dengan pemandangan yang sangat menakjubkan. Jalan yang mereka lalui adalah jalan setapak di hutan yang rimbun dan teduh. Jika matahari terbit dan tenggelam adalah waktu terbaik bagi kebanyakan pejalan, bagi Akar dan Randu, saat terbaik adalah selepas matahari terbit. Saat matahari sudah keluar, tetapi belum benar-benar sampai di atas kepala. Kalau diibaratkan, perjalanan mereka seperti cuaca pukul enam pagi. Hening yang sedikit riuh, terang namun tidak benderang, juga perpaduan dingin dan hangat yang memberikan rasa nyaman. Perjalanan ini sudah lebih dari cukup dari yang Randu harapkan, ia hanya merasa kurang satu hal krusial dari perjalanan ini, tujuan akhir.

Randu menyampaikan pada Akar apa yang menjadi tujuan akhirnya, dan mereka sama-sama tahu bahwa jalan menuju kesana tidaklah mudah, bahkan mungkin mereka belum memiliki perbekalan sama sekali saat ini. Pilihan untuk meninggalkan rute nyaman saat ini dan mengambil rute baru yang belum mereka kuasai bukanlah keputusan yang mudah, bahkan mungkin ini akan menjadi salah satu keputusan yang tersulit sekaligus terpenting.

"Aku akan menunggu jawabanmu di akhir tahun, tentang apakah kita punya tujuan yang sama. Jika memang tujuannya tidak sama, mungkin di sini titik persimpangan kita," kata Randu kepada Akar di pagi yang mendung setelah ia menyampaikan apa yang menjadi tujuan akhirnya. Akar setuju dengan rentang waktu yang diberikan tanpa memberikan banyak pertanyaan. Sesungguhnya Randu bertanya-tanya pada hatinya sendiri, adilkah pilihan dan rentang waktu yang diberikannya kepada Akar. Adakah pilihan lain yang lebih bijak yang seharusnya dapat diambil. 

Nyali Randu sungguh ciut membayangkan perjalanan selanjutnya tanpa Akar. Ia sempat mempertanyakan dirinya berkali-kali mengapa tidak cukup dengan rutenya bersama Akar saat ini, yang sebenarnya sudah cukup damai dan menyenangkan. Tapi ketakutannya menjadi lebih besar saat ia membayangkan kemungkinan penyesalan seumur hidup karena tidak pernah benar-benar memperjuangkan apa yang menjadi tujuannya. 

Tentu saja Randu berharap Akar memiliki tujuan akhir yang sama dengannya dan mereka bisa melanjutkan perjalanannya bersama-sama meski kali ini dengan rute yang berbeda. Bukankah sangat menyenangkan bisa bersama-sama melalui rute yang berbeda dengan pace yang saat ini mereka jalani. Randu saat ini meyakini bahwa Akar adalah teman perjalanan terbaik yang ia pilih untuk sampai pada tujuan akhir itu. Meskipun ia juga tahu, bahwa Akar sepenuhnya manusia bebas yang berhak memiliki tujuan akhir sendiri.

Randu resah dalam penantian, meskipun ia sepenuhnya percaya bahwa apapun yang akan diputuskan Akar di akhir tahun, itu adalah keputusan terbaik bagi mereka. 

Akarku yang penyabar, yang lembut hati walau sesekali keras kepala, terima kasih untuk perjalanan pukul enam yang memberikan banyak pelajaran.

Comments