Skip to main content

Cerita dari Savana Tianyar

Savana Tianyar

Sebenarnya ada beberapa pilihan tempat yang saya dan Cecen ingin kunjungi di akhir pekan kemarin, diantaranya Sidemen, Amed, atau camping di Bukit Asah. Setelah berbincang dengan seorang teman, akhirnya diputuskanlah kami akan berangkat ke Savana Tianyar bertiga. Jumat malam, teman yang mengusulkan ini malah membatalkan rencananya. Jadilah tinggal kami berdua.

"Kita ke Denpasar dulu, terus ke Seminyak, baru habis itu kita tentukan mau camping dimana. Bagaimana?" Cecen mengusulkan. Ha, siapa takut! Jadilah Sabtu pagi kami langsung packing perlengkapan camping dan berangkat. Jarak dari Ubud ke Denpasar lalu ke Seminyak total dua puluh enam kilometer, menghabiskan waktu kira-kira satu jam.

Setelah beres dari Seminyak mengambil sepatu gunung saya yang ketinggalan, kami melihat peta untuk melihat beberapa opsi tempat. Setelah melihat rute, Cecen dengan santainya mengusulkan, "Oh kalau gitu, kita transit di Sidemen dulu, baru habis itu ke Tianyar." Saya sebagai penumpang, ya tentu senang-senang saja dengan opsi ini. Saya langsung menghubungi Sisil yang baru saja dari Sidemen untuk menanyakan rekomendasi tempat. Jadilah tujuan kami adalah main di sungai, tepatnya di Jembatan Kuning.

Sidemen

Jarak dari Seminyak ke Jembatan Kuning adalah lima puluh dua kilometer dengan waktu tempuh kira-kira satu setengah jam. Memasuki Sidemen, pemandangannya sangat cantik. Sidemen dikelilingi bukit-bukit dan berada di lembahan. Begitu sampai di Jembatan Kuning, kami langsung turun ke sungai dan menghabiskan waktu sekitar satu jam di sana.

Sungai di Jembatan Kuning

Setelah appetizer di Sidemen, sekarang kami menuju main course, Savana Tianyar. Jarak tempuhnya adalah empat puluh dua kilometer dengan waktu tempuh satu jam setengah. Saat menuju Savana Tianyar, di daerah Besakih ternyata ada pasar yang menjual banyak sekali makanan dan buah. Saya dan Cecen langsung berbinar-binar. Jadilah kami berhenti dahulu untuk wisata kuliner dan membeli logistik untuk camping. Kami melahap nasi jinggo, gorengan, jajanan pasar, dan bubur dalam sekali duduk. Semuanya enak. 

Kue Lapis

Saya tidak menyangka kalau perjalanan dari Besakih ke Tianyar bisa sedemikian beragam medannya. Ada jalanan kota seperti biasa, lalu berkelok-kelok seperti jalan ke puncak, sempat ada juga yang melewati hutan, bahkan ada yang melewati lembahan dan tiba-tiba kabut tebal sekali. "Cen, ini asap apa kabut? Siapa yang bakar-bakar ya?" Saat saya melihat di depan tiba-tiba putih. Saat melewati tempat itu dan rasanya dingin, barulah saya tahu kalau itu kabut. Haha. 

Sempat ada momen ndredeg. Kami melewati tempat yang hampir tidak ada kendaraan lain dan hanya ada hutan di kanan kiri, sementara bensin kami semakin menipis. Saya sempat berpikir dalam hati, ini kalau bensinnya habis, yasudah bisa camping kan, perbekalan kami banyak. Beberapa waktu kemudian, tiba-tiba di depan mulai memasuki perkampungan dan ada penjual bensin eceran. Kami lega bukan main.  


Sekitar jam enam sore, akhirnya kami sampai di Savana Tianyar. Tempatnya mirip dengan Baluran. Pemandangannya langsung menghadap ke Gunung Agung. Tempat ini masih banyak yang belum tahu dan baru mulai populer belakangan ini. Saat kami ke sana, hanya kami yang camping. Sisanya pemuda setempat atau pengunjung yang menggunakan mobil dan singgah sebentar.

Kami memilih tempat camping yang langsung menghadap ke Gunung Agung, tapi masih dikelilingi pohon. Camping di sini udaranya cukup sejuk, tidak dingin, tidak juga panas. Malam harinya, Cecen mengusulkan supaya besok pagi kita ke Amed. Saya sempat tertegun sejenak. "Yakin Cen? Nggak cape?" Maksudnya dia yang berkendara, kalau saya di kursi penumpang kan tinggal duduk. "Dekat kan dari sini, biar sekalian." Ya dengan senang hati.

Camping bersama Mio

Pagi harinya, pemandangan matahari terbitnya luar biasa. Gunung Agungnya juga sangat jelas terlihat. Kami bertemu anak-anak setempat yang sedang lari pagi ke tempat ini. 

Pemandangan Matahari Terbit

Pukul sembilan, kami bergegas menuju Amed. Dari Tianyar ke Amed jarak tempuhnya adalah dua puluh delapan kilometer dengan jarak tempuh empat puluh lima menit. Sepanjang perjalanan, kami menemukan banyak tempat menyelam. Berbeda dengan Tianyar, Amed sudah sangat touristy. Yang ditawarkan terutama adalah wisata bawah lautnya. 

Begitu sampai, saya langsung mengabarkan Sisil bahwa kami di Amed, lalu janjian makan siang. Jadilah Amed menjadi dessert kami hari itu. Kami makan siang di Warung Segara, warung kecil di pinggir pantai yang menyuguhkan nasi, sayuran, dan ikan utuh dengan sambal matah. Enak sekali. 

Amed

Sisil sebenarnya menyarankan beberapa tempat yang bisa dikunjungi di perjalanan pulang kami, tapi karena terlalu lelah, kami memutuskan untuk langsung kembali ke Tegallalalang. Perjalanan dari Amed ke Tegallalang adalah tujuh puluh tujuh kilometer dengan jarak tempuh dua jam lebih. Di perjalanan pulang, kami mampir istirahat sebentar di Klungkung.  


Ini sepertinya road trip terpanjang saya sejauh ini menggunakan motor. Total perjalanan seratus delapan puluh kilo lebih dengan jarak tempuh lebih dari enam jam. 

Kembali ke Tegallalang

Bagian paling menyenangkan selama beberapa waktu terakhir dan dari perjalanan ini adalah saya merasakan momen 'Eureka' yang mungkin selama ini tidak pernah saya rasakan sebelumnya. Momen 'menemukan' yang membuatmu merasa lebih dari lengkap. 

Comments

Post a Comment