Skip to main content

Menonton dari Balik Kaca

Menonton hujan dari balik kaca. Akhirnya hujan juga setelah seharian hanya mendung. Di seberang sana, sepasang muda-mudi menyantap makanan. Sayang sekali, jika mereka datang kemarin sore, mereka akan melihat langit violet. Tidak ada matahari terbenam hari ini. Ah, tapi bagaimana bisa terbenam, kalau terbit pun tidak.

Menonton bunga yang berguguran dari balik kaca. Akhirnya, menyerah juga setelah dengan segala daya dan upaya mencoba bertahan. Setelah dihantam panas, angin, dan hujan berhari-hari. Kan, dari kemarin sudah dibilang, lepaskan saja. Ketinggian tidak selalu baik walau pemandangannya memang lebih indah. Tapi tanahpun tidak selalu mengerikan. Toh pada akhirnya segala yang hidup harus kembali ke tanah, menyerah pada kenyataan bahwa segalanya hanya sementara.

Menonton sawah yang baru saja dipanen dari balik kaca. Sawah tidak lagi dihuni oleh padi, tetapi oleh bebek kwek kwek. Padi gembul sudah diangkut oleh Buk Tani, Pak Tani membawa bebek sebagai gantinya. Kenapa? Katanya, biar bebek bisa bermain dengan riang gembira. Mereka bosan tiga bulan hanya main di kandang. Bagus untuk kesehatan mental bebek. Jadi, ketika kembali ke kandang, bebek-bebek ini akan lebih ramah kepada keluarga, lebih produktif bertelur, dan lebih arif memaknai hidup. 

Menonton capung yang tersesat masuk ke dalam rumah. Dengan gelisah ia mengepakkan sayapnya. Terpentok kayu, menabrak tirai, lalu hinggap tenang di kaca. Kami sama-sama menonton dari balik kaca. Setelah sekian lama kami termenung, ia kembali gelisah. Mungkin menyadari bahwa tak seharusnya ia berada di tempat ini. Ia kembali mengepakkan sayapnya dengan terburu-buru. Terpentok kayu, menabrak tirai. 

Baiklah, saya akan membantunya keluar. Saat saya mencoba mendekat, ia semakin gelisah. Terpentok lagi, menabrak lagi, lalu pura-pura mati. Sesuatu yang asing memang menggelisahkan, sampai kita tahu bahwa yang asing ini yang mungkin akan membawamu pada pembebasan. Akhirnya saya berhasil menangkapnya, lalu melepaskannya keluar. Ia terbang bebas, kali ini tidak dengan gelisah dan buru-buru. Ia menoleh sedikit, tersenyum, "Terima kasih. Saya pulang dulu ya," katanya singkat, lalu kembali mengepakkan sayapnya. 

Saya kembali melanjutkan menonton hujan yang semakin deras. Hmm, padahal saya sudah berencana renang sore ini. Di kolam yang sejak saya datang sebulan yang lalu, belum sekalipun saya celupkan ujung jari kaki saya di sana. "Makanya, jangan menyia-nyiakan kesempatan. Ketika kamu benar-benar menginginkannya, sudah tidak ada lagi kesempatan bagimu. Waktunya sudah habis bagimu," pohon pisang di seberang terkekeh menasihati saya. 

Sebentar, jangan-jangan saya yang sebenarnya sedang ditonton. Ditonton sebagai makhluk yang seharian beraktifitas di dalam kotak kaca. 

Comments