Skip to main content

Cerita dari Gunung Agung

Gunung Agung, May 2021

Ketika kembali ke Bali, saya memang sempat terpikir untuk ke Gunung Agung, tapi karena sendiri, rencana awalnya adalah tektok bersama guide lokal. Saat bertemu Cen, dia bercerita bahwa beberapa minggu sebelumnya dia sudah ke Batur sendirian dan berencana ke Gunung Agung untuk merayakan ulang tahun. Karena satu dan lain hal, akhirnya diputuskan kami akan mendaki di hari kedua lebaran. Pendakian kali ini saya mendaki bersama Cen, Erik dan satu guide lokal, Yudha yang masih muda belia, baru dua puluh tahun usianya.

Tim pendakian kali ini

Hari H, kami bertemu di Alfamart Besakih untuk kemudian melanjutkan ke Pura Pengubengan, tempat parkir motor dan titik awal pendakian. Targetnya adalah camp di Pos 2. Dari Pura Pengubengan ke Pos 1 jalurnya masih lumayan landai, kami menghabiskan waktu satu setengah jam untuk sampai Pos 1. 

Istirahat di Pos 1

Yang menguras tenaga adalah dari Pos 1 ke Pos 2. Jalurnya terjal, nggak ada ampun. Jalurnya mengingatkan saya pada Cikuray dan Raung. Dari Pos 1 ke Pos 2 ada banyak pos bayangan. Kami sempat istirahat makan siang di salah satu pos bayangan. Dari Pos 1 ke Pos 2 kami menghabiskan waktu kira-kira lima jam, dan sampai di Pos 2 jam setengah empat sore. 

Oh, yang perlu diingat adalah di Gunung Agung sama sekali tidak ada sumber air. Jadi, kita harus membawa air dari bawah. Disarankan paling tidak membawa tiga aqua besar. 

Sampai di Pos 2, kami leyeh-leyeh, sempat memasak sebentar yang akhirnya dilanjutkan Yudha karena kami sibuk entah ngapain. Haha. Yudha sudah bilang sejak awal pendakian bahwa kita perlu sampai di Pos 2 sebelum malam agar bisa menikmati matahari tenggelam di Pos 2. Benar saja, pemandangan matahari tenggelamnya memang bagus sekali. Selesai makan malam, jam tujuh kami sudah masuk tenda dan bergegas tidur karena jam dua harus bangun untuk siap-siap muncak. 

Sunset di Pos 2

Entah kenapa, saya selalu gugup kalau muncak dimulai dari dini hari. Bahkan gugupnya sudah dimulai sejak mau tidur. Untunglah malam itu di Pos 2 tidak terlalu dingin dan cuacanya cerah, jadi bisa tidur lumayan nyenyak.

Jam dua pagi, kami bangun, makan, dan bersiap-siap. Jam tiga kurang, kami memulai pendakian kembali. Untuk saya, jalur ke puncak lebih bersahabat daripada jalur dari Pos 2 ke Pos 3. Jalur ke Puncak memang berbatu dan berpasir, tapi pasirnya tidak sehalus Semeru dan Rinjani. Ditambah lagi hari itu cuacanya sangat baik, anginnya tidak kencang dan tidak berkabut. Kami sempat istirahat lebih lama agar sampai puncak tidak terlalu cepat dan pas ketika matahari terbit. 

Jam setengah enam, kami tiba di Puncak. Yang mengejutkan adalah ternyata puncaknya lumayan sempit dan sangat terjal. Setelah matahari terbit, kami segera turun karena puncak semakin ramai. Kami memutuskan untuk bersantai di Puncak Bayangan karena tempatnya lebih luas dan sepi. Pemandangan ketika kami turun sangat luar biasa. Oh rasanya saya ingin berlama-lama di sana, tapi tentu tidak bisa karena kami harus segera turun ke Pos 2 agar sampai Pura Pengubengan tidak kesorean.



Kami sampai di Pos 2 lagi sekitar jam sembilan. Saat sampai, masakan Yudha sudah siap dan langsung habis dalam seketika. Jam setengah sebelas, kami segera turun. Sekitar jam empat sore, kami sudah sampai di Pura Pengubengan lagi, tentu saja dengan kaki yang rasanya seperti mau copot. 

Ada satu hal yang membuat saya dan Cen semangat turun, Pasar Menanga, pasar tempat kami kuliner ketika mau ke Savana Tianyar beberapa minggu sebelumnya. Untuk kamu yang mendaki lewat Pura Pengubengan, kamu harus mampir di sini dan mencoba bubur campurnya. Kami menghabiskan masing-masing dua piring dalam sekali duduk. 

Pendakian yang singkat, tapi sangat menyenangkan. 

Comments