Skip to main content

Cerita dari Yogya

Berkali-kali ke Yogya dan ceritanya selalu berbeda. Di awal tahun ini, saya ke Yogyakarta untuk menghadiri pernikahan Siska dan Made. Siska, salah satu sahabat terdekat paling 'gila' yang saya punya sejak kuliah yang kemudian memutuskan untuk 'berpetualang' ke Melbourne mengambil Working Holiday Visa (WHV). Siska dan Made 'berkali-kali' menikah, pertama adalah semacam catatan sipil di Melbourne, kemudian di Bali mengikuti adat istiadat Made, dan terakhir di Yogya untuk menikah secara Katolik. Menikah beda agama bukanlah pilihan yang mudah, sangat sedikit orang mau mengambil jalan ini, Siska dan Made adalah salah satu pasangan yang sedikit itu.

Sabtu pagi, foto Siska yang diambil Made. Saya ragu dia udah mandi. Haha.

Gereja Katolik menerima pernikahan beda agama, meskipun jadinya bukan sakramen, tapi pemberkatan. Dan persyaratannya pun tidak mudah, tetap harus mengikuti kursus persiapan pernikahan, penyelidikan kanonik pernikahan, dan kesediaan bahwa anaknya kelak akan dididik secara Katolik. 

Kadang dunia sangat sempit. Azki, sahabat yang saya kenal sejak hari pertama daftar ulang kuliah, ternyata satu lorong dengan Siska di Asrama UI. Mereka kembali bertemu di Melbourne saat Azki melanjutkan magisternya dan Siska juga sedang WHV. Saya ingat sekali mereka hengkang dari Jakarta dalam waktu yang berdekatan di sekitar awal 2018, sempat ada perasaan sendirian dan merasa ditinggalkan ketika itu. Bagaimana tidak, dua sahabatmu yang paling dekat pergi dan uniknya mereka menuju ke kota yang sama. 

Saya dan Azki sudah membeli tiket jauh-jauh hari, dan rencananya memang hanya akan Sabtu dan Minggu di Yogya. Sabtu pagi, setelah sarapan di angkringan Malioboro, kami langsung mendatangi Siska dan Made di penginapan. Ohhh, betapa saya rindu bocah yang satu itu. Suaranya yang nyaring, ceritanya yang selalu informatif, dan pertanyaan-pertanyaannya yang menggelitik khas jurnalis. Made masih sama seperti ketika kami pertama bertemu di Plaza Festival empat tahun yang lalu. Made yang ramah dan jenaka, yang bercandaannya kadang perlu bikin mikir. Kami tidak berbincang lama pagi itu karena mereka harus bersiap-siap dan pindah ke hotel tempat resepsi. 

Masih setengah kotak!

Ada kejutan di malam harinya. Saya dan Azki dibawakan durian khas Ambarawa sekotak besar langsung dari kebun kakaknya Siska. Di akhir 2019, saya sempat mengunjungi ibunya Siska di Ambarawa ketika sedang solo travelling di Semarang. Saat saya ke tempatnya, saya terheran-heran banyak sekali patung-patung durian. Ternyata salah satu yang paling khas dari Ambarawa adalah duriannya. Sayang sekali, ketika itu sedang tidak musim panen. Siska yang sangat thoughtful meminta kepada kakaknya untuk membawakan kami durian. Karena durian tidak boleh dibawa masuk ke dalam hotel, jadilah saya dan Azki harus makan di pinggir jalan dan mau tidak mau harus dihabiskan. Oh tentu denga senang hati. Durian Ambarawa sangat legit, manis, tapi ada pahit-pahitnya. Enak bangetlah pokoknya, apalagi jumlahnya yang sekotak besar itu. Semoga kita nggak mabok duren malam ini.

Minggu pagi, kami menuju gereja tempat pemberkatan Siska. Di sana kami bertemu dengan Fidel, teman KMK yang kebetulan sedang kerja di Solo. Ada perasaan yang tidak bisa dijelaskan saat Siska dan Made memasuki Gereja dan mereka saling mengucap janji di depan altar. Siska yang saya kenal adalah sosok periang yang sangat tangguh, berani, keras kemauannya, dan saya tahu dia sudah bahagia sebelum menikah. Satu harapan terbesar dari saya untuk Siska dan Made adalah mereka semakin berbahagia setelah menikah. Rasanya saya sangat tidak rela kalau ada yang membuat Siska bersedih. 



Selepas pemberkatan, kami kembali ke hotel untuk resepsi. Resepsinya tidak mengundang banyak orang, hanya saudara dan teman-teman terdekat. Suasananya sangat hangat, para tamu undangan duduk  di round table dan tidak ada pelaminan. Sepanjang acara, Siska dan Made akan menghampiri setiap meja untuk menyapa dan berbincang dengan para tamu. 

Entah pasangan ini yang memang luar biasa santai atau kami yang kurang ajar, karena tahu flight kami baru malam harinya, saat resepsi mau selesai, mereka dengan sigap memberikan kunci untuk saya dan Azki agar bisa istirahat saja duluan di kamar mereka, sementara mereka masih ada urusan yang harus diselesaikan. Begitu kami masuk ke kamarnya, sudah ada Mawar bertaburan dan wedding cake di atas kasur. Kami cukup tahu diri untuk tidak naik ke atas kasur dan hanya rebahan di lantai. Hahaha. 

Sorenya, kami berempat sempat jalan santai sore-sore di sekitar Prawirotaman dan menghabiskan waktu di salah satu cafe. Di momen inilah kami puas berbincang bersama. Siapa yang tahu mereka memilih saat yang tepat karena nggak lama setelah itu, pandemi menyerang. Sungguh tidak sabar untuk kembali bertemu dan berbincang secara langsung. 

See you, soon!

Comments