Skip to main content

Menghadirkan Kebaikan

Kebaikan tidak akan pernah terlupakan. Ia selalu bersisian dengan kehadiran. Ia tidak hanya memberi kehangatan, tapi juga harapan. Semakin dipikirkan, semakin saya sadar bahwa hidup saya dipenuhi dengan kebaikan dari orang lain. 

Saya tidak akan pernah lupa hari dimana Ibu Guru Fisika ketika SMP meminta saya keluar di tengah-tengah pelajaran, kemudian menanyakan nomor sepatu saya yang sudah sangat compang-camping. Besoknya, saya diminta ke ruangannya untuk mengambil sepatu baru.

Ketika SMA, saya harus naik angkutan umum tiga kali untuk sampai ke sekolah. Hal yang paling menyenangkan adalah kalau tidak sengaja bertemu dengan teman satu kelas yang mengendarai motor di Pekapuran dan ia menawarkan tumpangan ke sekolah. Hemat waktu dan hemat ongkos. 

Saya masih ingat malam-malam di Pesona Khayangan, selepas mengajar les, saat itu hujan deras. Jalan dari rumah murid saya ke jalan utama untuk naik angkutan umum lumayan jauh. Setelah saya jalan beberapa saat, ada mobil yang menawarkan tumpangan ke jalan raya. Leganya bukan main. Saya tidak membayangkan jalan kaki dalam keadaan hujan deras dan harus melewati pohon bambu dan jembatan yang gelap.

Saat di lereng puncak semeru dan hampir tersesat sendirian, sayup-sayup saya mendengar suara kakak kelas SMA mencari saya. Ia yang membantu saya menemukan kembali jalur yang tepat. Mengarahkan dan mengulurkan tangan untuk menarik saya ke punggungan yang sesuai hingga akhirnya saya bisa kembali ke rumah dengan selamat.

Saat skripsi saya bermasalah dan saya menjadi begitu kalut, seorang kakak tingkat menawarkan diri untuk menemani ke gereja. Ia mengajak berdoa bersama dan memberikan pelukan yang sangat menenangkan. Dari pengalaman itu saya percaya bahwa pelukan mempunyai kekuatan menyembuhkan. Skripsi saya tentu saja tidak langsung selesai, tapi setidaknya saya tahu saya tidak sendirian.

Ketika kuliah, kami punya romo pendamping mahasiswa yang luar biasa. Mulai dari kelas agama hingga organisasi katolik di setiap fakultas akan berada di bawah dampingannya. Saat kelas agama di semester awal ada retreat pengenalan diri selama beberapa hari. Kami diminta membuat biografi dari kecil hingga kuliah yang tujuannya adalah untuk lebih mengenali diri sendiri. Di hari terakhir, ada sesi one on one dimana kita diminta untuk menceritakan biografi itu kepadanya. Ada satu bagian dari biografi itu yang saat itu belum bisa saya terima, dengan bimbingannya akhirnya saya menemukan jalan untuk menerima dan memaafkan.

Beliau juga yang menemani kami di kaderisasi angkatan adik kelas. Saat itu, kepengurusan saya dan teman-teman seangkatan akan selesai. Entahlah, ada bagian dimana saya merasa gagal menjadi pengurus dan saya bercerita kepadanya. Ia dengan sabar mendengarkan, dan lagi-lagi dengan bimbingannya saya bisa menerima diri sendiri dan mengikhlaskan hal yang saya anggap gagal itu. 

Di hari terberat selama bekerja, hampir tengah malam saya menelepon seorang teman, kemudian sepanjang telepon saya hanya menangis sesenggukan, tidak mampu menceritakan yang saya alami. Yang awalnya bertanya kenapa, lama-lama ia hanya dengan sabar mendengarkan sampai akhirnya tangis saya berhenti. Satu jam kemudian, ia datang untuk memastikan saya baik-baik saja. Pekerjaan saya masih tetap belum selesai, tapi dengan kehadirannya, saya merasa jauh lebih baik.

Kala itu, saya di tahap awal pencarian rumah. Saya sudah membuat janji dengan beberapa developer dan akan survey ke beberapa tempat. "Besok aku temenin, boleh?" Pertanyaan yang tidak saya duga dari seseorang yang sangat betah untuk tinggal di rumah. Meskipun pencarian hari itu tidak ada yang sesuai, tapi sangat menyenangkan ada orang yang memberikan waktunya untuk menemani padahal ia memiliki pilihan untuk menghabiskan waktu di rumah. 

Pertanyaan "Mau ditemenin, Ran?" atau "Mau dibantuin, Ran?" adalah hal yang kelihatannya sangat sederhana tapi sangat bermakna. Selama bisa diselesaikan sendiri, saya akan berusaha untuk tidak meminta pertolongan orang lain atau merepotkan yang lain. Tapi pertanyaan itu membuat saya tahu bahwa ada yang mau dengan tulus hadir dan memberikan bantuan.

Uluran tangan dan kebaikan memberikan inspirasi untuk membagikan kebaikan kepada yang lain. Memberikan kesadaran bahwa kebaikan terlalu besar untuk dirasakan sendiri. Kamu ingin orang lain merasakan kebahagiaan dan kedamaian yang kamu rasakan berkat kehadiran dan uluran tangan orang lain. Untuk senantiasa mengingatkan bahwa saya, kamu, orang-orang terdekat, dan orang-orang di luar sana tidak sendirian.

Comments