Skip to main content

Bergulung

Saya sedang bergulung.
Saya berharap dengan bergulung, rasa sakit yang mengintai dari luar tidak akan bisa menembus inti diri.
Saya berharap dengan bergulung, seluruh bagian tubuh saling berkait dan menjaga saya untuk tetap utuh. 

Aku mendapatinya sedang bergulung.
Di sudut malam yang pekat. 
Kuputuskan untuk menemaninya, melalui malam-malam tergelap.

Saya melihatnya datang menghampiri.
Saya masih sibuk bergulung. Sambil tergugu. 
Maaf, saya tidak punya energi untuk bercerita. 

Aku tidak berharap ia bercerita. 
Bergulung sudah pasti menguras energi. Terlebih ditambah tergugu.
Jadi kubiarkan ia bergulung.
Kutemani dia.
Tanpa pertanyaan. Tanpa penghakiman. 

Ia rebah di sebelah saya yang sedang bergulung.
Menatap langit-langit sambil sesekali melihat ke arah saya.
Memberikan sedikit senyuman di ujung bibirnya.
Ah, saya masih terlalu fokus dengan sedu sedan saya.

Aku tidak punya solusi. 
Aku payah dalam memberikan saran. Bahkan aku tak pandai berkata-kata.
Tapi betapa ingin aku memeluk gulungan ini.
Untuk memastikan bahwa setidaknya ia tahu bahwa ia tidak sendirian.

Tiba-tiba saya sudah bergulung di ketiaknya.
Saya berguncang hebat. 
Ia mendekap saya erat sekali, seperti takut saya akan pecah jika terlepas dari dekapannya.
Ia menjadi serupa dengan cangkang. Cangkang temporer.

Satu hal yang tak ia tahu.
Bahwa memeluknya, tidak hanya membantunya tidak tercecer.
Tapi rupanya membuatku merasa utuh.

Comments