Skip to main content

Cerita dari Gunung Batur

Gunung Batur dari Jalan Raya

Di perjalanan yang kedua ini, saya memang memutuskan untuk membawa alat gunung, lumayan kalau bisa naik gunung. Sayang sekali ternyata carrier-nya tidak bisa masuk koper, akhirnya tidak jadi dibawa. Saya hanya membawa sepatu dan jaket, serta beberapa perintilan kecil lainnya. 

Saat baru kembali tiba di Kuwarasan, hari Rabu saya tidak sengaja bertemu Cecen. Terakhir saya kontak dengannya saat di Bandung beberapa tahun yang lalu. Absurd sekali, ternyata ia baru saja migrasi dari Bandung dan kerja di salah satu studio di dekat Kuwarasan. Singkat cerita, jadilah kami memutuskan untuk naik Gunung Batur di akhir pekan. Awalnya, kami berencana berangkat pukul tiga pagi dari Tegallalang agar bisa melihat matahari terbit. Realitanya, kami baru berangkat pukul lima pagi. Menyenangkan sekali naik motor subuh-subuh dari Tegallalang ke Kintamani. Jalannya sepi, udaranya sejuk, dan pemandangannya luar biasa. Terlihat gunung dan bukit di sepanjang perjalanan. 

Jalur Pendakian

Kami mendapatkan pemandangan matahari terbit di jalan. Saat sampai Kintamani, mulai terlihat Gunung Batur dan danaunya dengan kilau matahari terbit yang cantik sekali. Magnificent. Kami berhenti sebentar untuk mengambil gambar. 

Sekitar lima belas menit dari kami mengambil gambar, sampailah kami di Pura Pasar Agung, tempat pendakian dimulai. Jalurnya berbatu dan bersyukur sekali saya memakai sepatu trekking yang sempat jamuran karena setahun lebih tidak pernah terpakai. Pendakiannya lumayan singkat, tidak sampai dua jam, kami sudah selesai mendaki dan memutuskan untuk duduk-duduk di salah satu lembahan dekat puncak.


Lumayan lama kami bersantai di tempat ini, sepertinya sekitar dua jam. Makan apel dan perbekalan lain yang sudah kami beli semalam. Sejujurnya, perbekalan yang kami bawa sepertinya cukup untuk camping satu malam di sini. Kami membawa apel, pear, roti, kurma, ciki, wafer, dan biskuit. Sayang tidak bawa tenda. Kembali naik gunung walaupun sangat singkat, rasanya menyegarkan sekali.  


Setelah mendaki, kami berkendara ke Danau Batur yang hanya berjarak sekitar sepuluh menit dari Pura Pasar Agung. Kami mendapatkan tempat yang langsung di pinggir danau. Saat sedang duduk, datang seekor anjing hitam yang sepertinya baru saja melahirkan. Anjing ini langsung dipanggil Eceu oleh Cecen. Astaga, saya spontan tertawa terbahak-bahak dengan panggilan ini. Cecen memberikan sebagian roti yang sedang saya makan dan ternyata dimakan oleh Eceu dengan lahap, entah karena doyan atau lapar. 


Sekitar setengah jam di sini, akhirnya kami kembali ke Tegallalang. Air terjun Manuabe yang tidak jauh dari penginapan menjadi menjadi penutup kegiatan outdoor kami hari itu. Lengkap sekali, gunung, danau dan air terjun.

Tiga kata sifat jika melihat air terjun: sejuk, tidak berkesudahan, takut


Comments