Skip to main content

Cerita dari Kadidiri

Harmony Bay, Kadidiri 2019

Menyelam adalah salah satu hal yang ingin saya pelajari sejak lama dan akhirnya tercapai di Maret 2019. Ketika itu saya mengundurkan diri dari pekerjaan lama dan sengaja meliburkan diri selama satu bulan. Dari awal memang berniat untuk belajar menyelam dan solo travelling selama satu bulan. Setelah mencari-cari destinasi, akhirnya ketemu Pulau Kadidiri. Pulau Kadidiri ada di Kepulauan Togean, Teluk Tomini, Sulawesi Tengah. 

Untuk sampai di Kadidiri, ada beberapa pilihan, bisa dari Gorontalo atau Palu. Saya memilih dari Gorontalo karena untuk solo travelling sepertinya lebih mudah ditempuh. Dari Bandara Gorontalo, naik Grabcar sekitar satu jam untuk sampai Pelabuhan Gorontalo. Dari Pelabuhan Gorontalo, naik kapal ferry Tuna Tomini ke Wakai. Kapalnya hanya ada tiga kali seminggu dan berangkat dari Gorontalo sekitar jam lima sore. Untuk sampai Wakai, kira-kira perlu dua belas jam perjalanan. Tapi tenang, kapalnya sangat nyaman. Dengan tiket VIP seharga seratus dua puluh ribu, fasilitas yang diberikan adalah tempat tidur tingkat dengan colokan. Wah itu kayanya sepanjang perjalanan saya tidur nyenyak, tahu-tahu sudah pagi dan kapal sudah mau masuk pelabuhan.

Bunkbed di Ferry Tuna Tomini

Subuh, matahari belum terbit, saya sampai di Pelabuhan Wakai dan langsung dijemput oleh pihak dari penginapan. Dari pelabuhan, saya masih perlu naik kapal kecil sekitar setengah jam untuk sampai di penginapannya. Akhirnya setelah perjalanan satu malam, selamat datang di Harmony Bay Kadidiri!

Harmony Bay jadi salah satu penginapan yang paling berkesan untuk saya. Tidak hanya karena tempatnya yang luar biasa indah, tapi juga pemiliknya, Rok dan Valentina, yang luar biasa ramah dan hangat ditambah lagi para pegawainya yang berhasil membuat pengalaman plesiran jadi jauh lebih dari itu. Penginapannya tidak terlalu besar, hanya ada beberapa bungalow, tapi sangat bersih dan terawat. Penginapan ini juga Dive Center, jadi bisa sekalian belajar menyelam. Peralatan menyelamnya pun masih baru dan terawat. Oh ya, menginap disini juga sudah termasuk makan tiga kali sehari, snack dua kali sehari, dan antar jemput Wakai - Penginapan. Makanannya jangan ditanya, beragam dan luar biasa enak.

Menu makan siang

Karena bukan peak season, penginapannya memang tidak penuh. Selama dua hari, saya makan semeja dengan pasangan kakek nekek dari Eropa. Saya lupa asal negaranya. Berbincang lumayan panjang dengan mereka, bahkan ia sampai menunjukkan foto rumah, keluarga, dan tanaman-tanamannya di kampungnya yang nun jauh di sana. Menyenangkan sekali membayangkan pensiun terus jalan-jalan keliling dunia. Nggak hanya ngobrol, setelah makan malam, kami bertiga main rummikub, board game yang dia bawa dari negara asalnya. Sayangnya, dua hari berikutnya, saya harus makan sendiri karena mereka harus nyeberang ke pulau lain.

Rummikub

Sebenernya saya mau cerita lebih detail pengalaman belajar nyelam, tapi kok banyak yang lupa materinya. Intinya, saya belajar selama empat hari, mulai dari teori sampai praktik langsung di berbagai kedalaman, untuk beginner, maksimal di delapan belas meter.

Rok, pemilik penginapan ini, yang ngajarin saya. Setiap hari dibagi jadi dua sesi, setelah sarapan, dan setelah makan siang. Biasanya di sela-sela sesi itu, Rok akan minta Yayan, pegawainya, untuk ngajarin saya berenang di tengah laut. Soalnya, kata Rok, saya masih kaku banget di air. Yah, jangankan di air, di darat juga saya kaku. 

Yayan ngajarin saya water trappen di tengah laut dengan berbekal bambu. Jadi kita bawa bambu dari penginapan, terus snorkeling dari penginapan ke tengah laut sambil bawa-bawa itu bambu. Pertama kali, takutnya luar biasa. Tahan cuma beberapa detik, saya udah harus pegang bambu karena langsung kelelep. Makin lama, makin rileks dan bisa tahan untuk nggak pegangan bambu. Waktu akhirnya bisa, wah itu rasanya kaya punya kekuatan super. Hahaha. Walaupun sebenernya dibantu sama baju selamnya yang bikin lebih gampang mengapung di air. Hehe. 

Saya ngerasa Rok luar biasa sabar ngajarin saya nyelam. Selain harus ingat cara pakai peralataan yang  nyangkut dan berseliweran di badan, saya juga harus paham teknik-teknik dan bahasa isyarat yang harus dipakai selama di air. Ditambah lagi sebenernya saya takut kedalaman, makin-makin lah saya sering salah. Pertama kali, rasanya ngeri banget waktu pelan-pelan turun terus sampai di dasar laut, dan begitu lihat ke atas, ternyata jauh banget rasanya dari permukaan air. Padahal kalau lihat di penunjuk kedalaman, baru di sembilan meter.  

Ada yang nggak bakal saya lupain dan itu mungkin bagian paling horor. Waktu di tempat dangkal, sudah diajarkan gimana caranya kalo mask kita kemasukan air. Terus kalo mask kemasukan air, harusnya tetap tenang karena kita napas dari mulut dan asupan oksigen harusnya aman-aman saja. Di tempat dangkal, latihannya lancar. Nah, pas latihan di kedalaman sepuluh meter, saya panik karena nggak berhasil ngehilangin air di mask-nya. Saking paniknya, saya bikin gerakan nggak beraturan dan buru-buru mau berenang ke permukaan. Saat panik itu, Rok pegang bahu saya kenceng banget biar saya nggak bikin gerakan membahayakan, terus dia pegang selang oksigen di mulut saya dan ngingetin saya untuk napas seperti biasa. Ah ya, itu yang saya lupa. Saya panik karena mask-nya ada air dan rasanya penuh di bagian hidung yang bikin saya refleks tahan napas dan berasa kehabisan napas. Padahal saya napas lewat mulut, nggak lewat hidung. Setelah tenang, saya berhasil ngeluarin air dari mask-nya dan lanjut sesi menyelam. 

Setelah insiden itu, latihan dan divingnya berjalan lancar dan menyenangkan sebenernya. Meskipun tiap mau masuk ke air, masih deg-degan banget. Ada satu sesi di kedalaman sekitar lima belas meter, ternyata arusnya lumayan kencang. Bawah laut Kepulauan Togian terkneal luar biasa, tapi karena saya masih newbie, kena arus dikit saja saya oleng nggak karuan. Jadi, selama nyelam di sesi ini, bukannya menikmati ikan-ikan atau terumbu karang, saya sibuk jaga keseimbangan biar badan nggak terbalik, terus berkali-kali ngeliat jam nunggu ini kapan selesai sih nyelamnya, saya mau ke permukaan aja. Setengah jam rasanya lamaaa banget. Saya bahkan sampai berpikir ikan-ikan sama terumbu karang ini kayanya bisa dilihat di Youtube deh. Hahaha. Sesi setelahnya, arusnya nggak kenceng dan saya bisa nyelam dengan lebih rileks. 


Di hari terakhir training, setelah selesai semua sesi nyelam, saya kaget tiba-tiba Rok minta kapalnya berhenti di tengah laut, terus Yayan disuruh ngelemparin alat-alat selamnya ke air. Nggak lama kemudian, Rok minta saya untuk masuk ke air dan pakai alat-alat selamnya di air. Saya bengong, pait pait pait. "This is part of the exercise to get the licence," katanya santai. Akhirnya saya loncat ke air, dan gak sadar langsung bisa praktekkin water trappen hasil kursus bambu yang diajarin Yayan.

Sempet kepikiran nggak lulus. Saya pikir, yaudah lah, nggak lulus juga nggak apa-apa, yang penting saya udah pernah ngerasain nyelam. Eh ternyata saya lulus.

Oh, sama ada satu cerita lagi. Malam kedua, kebetulan hujan dan angin besar. Saya tiba-tiba bangun karena kaget angin kencang masuk ke kamar dan pintu yang langsung menghadap ke pantai kebuka sendiri karena saya nguncinya nggak bener pas mau tidur. Saya langsung kebayang adegan di film horor. Terus gelap, sendirian lagi. Astaga. Tapi habis itu langsung tidur nyenyak lagi sih.

Pintu yang terbuka tengah malam

Masih banyak cerita dari Kadidiri. Mungkin salah satu yang juga nggak terlupakan adalah pemandangan matahari tenggelamnya. Ya, salah satu pemandangan matahari tenggelam paling bagus yang pernah saya lihat. Saya kepikiran untuk balik ke tempat ini lagi. 


Comments