Skip to main content

Whatsapp!

Empat bulan terakhir, pagi saya tidak diawali dengan doa pagi, tapi mengecek BB. Makan siang saya bersama teman-teman yang "nyata" ada di sekitar, masih sering diganggu oleh teman-teman yang "maya" di sosmed maupun grup-grup whatsapp. Setelah seharian menatap layar komputer, sesampainya di kosan,  saya habiskan untuk menatap layar handphone. Tidak cukup untuk membuka hari, menutup hari juga dengan mengecek BB.
"Minta no lo yang WA nya aktif dong!"
"Lo ada WA?"
"Hari gini nggak punya WA?"
"Buruan lah nabung, smartphone sekarang murah-murah ko." 
"Ayo dong punya WA, biar bisa ngobrol di grup." 

Ajakan untuk punya WA ternyata bisa lebih dahsyat dari ajakan untuk bergabung ke sekte tertentu. Biasanya, saya cuma bales, "Iya, ntar. Nabung dulu." atau "Ntar deh, tunggu mati total."

Di saat orang lain mulai meninggalkan BB, saya akhirnya mencicipinya, kakak saya yang super baik hati memberikan cuma-cuma.

Empat bulan rasanya cukup untuk memutuskan melanjutkan atau tidak.

Whatsapp yang menjadi "obat" bagi orang lain ternyata membuat saya "alergi". Terlalu banyak informasi. Terlalu sedikit interaksi personal yang sesungguhnya. Facebook, Twitter, Smartphone, Whatsapp, dan segala kerabatnya terlalu merengek untuk diperhatikan. Mereka yang hebat, akan tahan terhadap rengekan. Tapi saya tidak punya ketahanan yang baik terhadap rengekan itu.

Grup-grup itu memang baik adanya. Misalnya, untuk informasi yang sifatnya publik. Tapi entahlah, saya merasa, interaksi personalnya terjadi sangat sedikit sebenarnya. Mungkin agak konyol, tapi rasa-rasanya, komunikasi melalui whatsapp semacam kurang effort. Saya jauh lebih menyukai SMS.

Saya berhenti.

Malam itu, saya menonaktifkan semua media sosial. Pagi harinya, saya putuskan untuk tidak lagi menggunakan BB pemberian yang baru saya pakai empat bulan. Saya kembali kepada handphone kecil nan jadul yang sudah hampir tiga tahun menemani saya. Seperti bertemu teman lama rasanya.

Entah seberapa lama saya akan tahan. Mungkin seminggu, sebulan, setahun. Entahlah.

Semoga saya menjadi manusia yang sungguh ada di dunia nyata, bukan di dunia maya.

Hei, angkat kepalamu. Saya ingin berbincang denganmu, sungguh!

Comments

  1. bagai cari ssuatu dalam tumpukan .....****

    ReplyDelete
  2. woooii..,dimana kalian..?? aku dach siap nich berbincang dgn mu...

    ReplyDelete
  3. hei rani fransiska salm knl jg, kita br knl kyak nya,, aku br nich tolong ajarin aku yak..??

    ReplyDelete

Post a Comment